Salah satu penulis cerita perjalanan dari Indonesia idola saya adalah Agustinus Wibowo yang telah menghasilkan 3 buku bestsellernya yakni Selimut Debu, Garis Batas dan Titik Nol.
Sebagai penulis yang malang melintang dan pastinya sibuk, saya senang sekali ketika mengetahui Agustinus Wibowo akan menjadi salah satu pembicara di acara SMESCO Netizen Vaganza pada tanggal 26-27 September 2015. Acara selama dua hari ini sukses dan ramai pengunjung. Terlebih lagi acaranya gratis, dapet sertifikat dan ada lomba berhadiah jutaan rupiah. Memang keren deh acara acara di SMESCO ini. Yang ngga dateng pasti nyesel deh. Tapi berhubung saya notulen baik hati, maka saya rangkumkan apa apa saja yang koko Agus ajarkan. Disimak yah anak anak...
"Good Writing only comes from Good Travel."Quote di atas yang dijadikan pembuka workshop langsung menohok hati saya!
Jadi...jadi.. kalau perjalanan ke rumah pacar gak bisa dijadikan tulisan dong?
Jawabnya nggak bisa kecuali rumah pacar di Timbuktu. #apasih
Memang sih pemilihan destinasi akan sangat berperan besar. Karya karya si koko agus menjadi sangat dahsyat selain karena daerah yang dituju anti mainstream banget yang dipastikan jarang ada orang Indonesia yang berani ke sana. Namun tidak hanya itu. Kecakapan koko agus dalam berbahasa lokal sangat membantu dia dalam menyelami kehidupan di sana. Dari sana saja udah dapat dipastikan akan lahir begitu banyak cerita cerita eksotis yang seru abis.
Agustinus Wibowo Travel Writing Workshop |
1. Travel with purpose
Kalau sekedar ke pantai gara gara bosan di kosan, tentu tidak akan menghasilkan suatu cerita menarik karena kebanyakan jadinya tulisan dengan bahasa kalbu. Hayo siapa tuh yang sering begitu? Oleh karena itu sebelum memilih tempat yang akan dituju, pastikan anda punya tujuan mengapa memilih tempat itu. Apakah untuk mencari jejak keluarga yang pernah hilang atau napak tilas kisah cinta yang belum usai? Anda yang menentukan!
2. Komunikasi
Yang membuat hidup suatu cerita adalah orang orang di dalam cerita itu sendiri. Menurut koko Agus akan lebih sulit bercerita tentang gunung ketimbang kota karena tidak ada / minim interaksi di gunung. Masa iya mau ngomong sama rumput yang bergoyang atau semilir angin? Saya sendiri suka kagum sama dialog dialog di buku koko Agus karena dari sana benar benar saya merasa mengenal tokoh tersebut. Dialog doalig tersebut juga yang membuat saya dapat menerka nerka karakter orang tersebut. Jadi, next time your trip cobalah lebih banyak menyapa, berbincang bincang dengan nara sumber / orang yang terkait dengan cerita yang sedang anda buat. Perspektif mereka tentu akan memberi warna berbeda pada tulisan anda.
3. Observasi
Ini nih bagi yang introvert dan pendiam, mungkin akan lebih suka disuruh observasi ketimbang nyapa strangers. Observasi bisa meliputi manusia, benda atau apa saja yang ada di lingkungan sekitar. Jangan lupa yang tak kalah penting dan sering kali missed adalah observasi perasaan kita sendiri. Apakah anda merasakan suatu perasaan khusus ketika berada di suatu tempat? mungkin bahagia, kecewa, sedih, dll? Telusuri akar tersebut dan semoga ada sebuah kisah menarik di baliknya.
4. Riset
Salah satu keunggulan buku koko Agus menurut saya adalah karena banyakanya sumber dan fakta yang mendukung cerita sehingga saya yakin ini bukan karangan semata. Sesekali saya seakan akan merasa membaca buku sejarah namun ditulis dari kacamata seorang indonesia serta up to date dan mudah diterima oleh nalar orang umum seperti saya. Koko agus sempat bilang semakin mudah kita memahami bukunya, nyatanya semakin sulit dan keras dia menulisnya karena berarti dia perlu usaha ekstra bagaimana merangkum semua fakta, data, kata kata hingga kalimat agar dapat dicerna semua kalangan. Nah ini juga pesan buat kita kita agar tak pernah lupa menerapkan riset ketika menulis karena bagaimanpun informasi yang kita berikan haruslah akurat.
5. Sudut pandang baru
Ini sedikit banyak agak tricky. Koko Agus baru baru ini melakukan perjalanan ke Papua Nugini yang notabane negara yang kerap kali masih disamakan dengan Papua Barat. Hello??!? Tentunya dengan sedikitnya informasi yang kita tahu dengan negeri tetangga tersebut, akan lebih mudah menulis tentang Papua Nugini ketimbang menulis tentang Ancol. Lalu bagaimana kalau kita terlanjur hanya pernah pergi ke tempat yang sudah dikunjungi sejuta umat? Tentu masih bisa tapi harus mengambil dari sudut pandang berbeda. Misalnya ke Borobudur, coba cari angle berbeda mungkin dari tour guide yang saban hari liat borobudur sampai bosan, dari si pembersih candi budha terbesar di dunia tersebut dll. Niscaya kisah perjalanan anda akan jadi unik dan menarik.
Setelah mendapatkan perjalanan yang menarik, kini saatnya segera dituliskan sehingga detail detail yang ada tidak lekas hilang. Sebelum anda mulai, tidak perlu tergesa gesa. Lebih baik lakukan research untuk mendukung cerita anda dan segera tentukan tema besar dari tulisan serta kerangka tulisan itu sendiri. Niscaya, dengan begini anda akan punya peta dari tulisan sehingga writer's block dapat dihindari. Yang terakhir, jangan lupa tulisan harus dapat ditutup dengan mengaitkan kembali ke pesan di awal agar pembaca mendapat sebuah tulisan yang utuh.
Fiuh, rasanya ribet sekali yah namun jangan menyerah karena memang sebuah tulisan yang baik lahir dari proses write-edit-delete-rewrite-edit- yang seperti tiada batas. Tak heran memang benar adanya bahwa Proses penulisan itu juga bahkan adalah sebuah perjalanan tersendiri.
"Bangsa yang besar adalah bangsa yang melakukan perjalanan dan menuliskannya"-Agustinus Wibowo
0 komentar:
Posting Komentar