Salah satu highlight perjalanan saya dan teman-teman travel blogger #ExploreTheDiversity di Nusa Tenggara Timur adalah mengunjungi pantai indah di Pulau Semau. Pulau kecil ini tepat berada di sisi utara (barat) nya pulau Timor. Kalau dari kupang, jika ingin ke pulau ini bisa naik kapal dari pelabuhan Tenau. Pelabuhan ini bisa langsung dimasuki pake motor, lalu bawa motonya hingga ke ujung dermaga biar nanti motornya diangkut ke kapal lalu dibawa hingga ke Pulau Semau. Iyah persiapan kami sudah begitu siapnya menghadapi minimnya fasilitas di Pulau Semau.
Begitu perahu merapat di dermaga pulau Semau, motor motor kami pun diturunkan. Karena buta arah, kami didampingi seorang guide lokal, pak boy namanya.
Perhentian kami pertama adalah Pantai Otan.
Tiba tiba...
Saya hasrat BAB.
Sedangkan beberapa teman sudah mulai buka baju dan pamer bikini.
Beberapa lagi duduk duduk menikmati birunya laut dan langit.
Duh, Saya mau eek!
Padahal sewaktu di Kupang saya sudah coba beberapa kali mau poop tapi gak mau keluar. Mungkin dia menunggu momen dikeluarkan di tempat yang indah?
Bolak balik saya melihat sekitar pantai. Yang ada hanya bangunan rusak, semak yang tidak terlalu tinggi, kapal dan pasir putih. Pak boy dengan santai menunjuk ke arah "alam liar" di sekitar pantai ketika saya bertanya tentang toilet.
Saya pun pasrah, berusaha mengalihkan perhatian dengan makan siang dulu (lah!). Selesai makan, tentu hasrat eek makin memuncak. Pencarian WC masih berlanjut. Saya pun bertanya ke bapak-bapak yang sedang santai di pendopo. Mereka juga bilang tidak ada fasilitas seperti itu dan kalau pun mau ya pinjem WC ke kampung sebelah (glek!)
Ah tahan saja lah, Biasanya kan saya juga gitu (eh!). Lalu saya pun ke pantai dan foto - foto.
Pantai Otan sambil berusaha menahan sakit perut |
Selang beberapa menit, saya hampiri (lagi!) pak boy.
"Pak tolong dong coba anterin ke kampung sebelah cari WC." mohon saya.
Mungkin bapaknya kasihan sama saya. Yang laen udah nyebur, baju saya aja masih kering. Yang lain udah salto di pasir, badan saya mau lurus aja susah.
Akhirnya pak boy rela membonceng saya mencari WC entah berantah.
Lima menit dari pantai kami menemukan sebuah gereja namun sialnya tidak ada orang dan terkunci.
Lanjut..
Kami menemukan lagi sebuah sekolah dasar. Kami cari penjaganya dan memanggil manggil tapi tidak ada sahutan. Pak boy pun menemukan sebuah bangunan kecil gelap di pojok yang ternyata toilet. Sialnya, tidak ada air.
Lanjut...
Daripada kebingungan, pak boy memutuskan sekalian saja mampir ke rumah orangtuanya. Sesampainya, di rumah mereka terkejut juga meilhat si anak membawa gadis
Begitu masuk di WC, memang rasanya ini bukan hari baik saya. Naas sekali rupanya sudah ada penghuni kotoran yang nangkring di WC jongkok tersebut. Cepat cepat saya siram agar memori saya tak langsung otomatis merekam detail, warna dan bau dari kotoran tersebut. Eew!
Setelah yakin tidak ada jejak tertinggal pengguna sebelumnya, saya pun langsung jongkok dan OMG! susah dideskripsikan betapa lega dan bahagianya jiwa raga ini. Berasanya benar benar di ujung surga. Lama saya berdiam di sana memastikan isi perut saya sudah terkuras sambil menghapus keringat dingin. Nyaris satu bak mandi kecil itu semua airnya saya pakai foya foya. Maaf yah!
Selesai mengurus hajat, pas balik ke pantai otan teman teman saya rupanya udah pada selesai dan tinggal nungguin saya aja. Duh jadi malu :p
Ok guys..kita cabut ke pantai berikutnya yakni Pantai Oenian. Sesampai di sana saya sudah ngerasaiin kulit saya memerah dan sakit. Awalnya dari Kupang saya emang bandel. Saya cuma pake body lotion karena mikir nanti di pantai aja baru pake sunblock. Tapi tidak ada yang tahu jika jarak satu pantai ke pantai lainnya itu 2 jam dan karena saya cuma pake kaos (nyaris) buntung dan hot pants, 80% kulit saya yang terekspos matahari jadi terbakar!
Alhasil, badan saya belang kayak coklat susu. Biar merata gosongnya, ya udah saya pakai bikini deh :p
Pantai Oenian dengan kolam kecil jernihnya |
Nah dari awal di kupang hingga ke pantai kedua ini saya membonceng teman lelaki saya, sinyo yang badan dan dadanya dua kali lipat saya. Awalnya perjalanan mulus karena meski jalannya berkerikil, berbatu, berdebu, belok, naik-turun, tapi masih cukup mulus untuk dilewati. Giliran perjalanan ketiga ini, tantangan makin beragam. Kami melewati jalanan yang berpasir. Awalnya masih bisa balance. Saya membawanya dengan santai, menggosip, nyanyi-nyanyi, hingga akhirnya pasir makin banyak dan tebal. Motor saya bawa pelan dan mulai miring-miring hingga akhirnya "kepeleset" dan saya tidak bisa mengendalikan laju motor.
Bruk! Nyaris ambruk. Untung respon kami cepat. Sinyo langsung menahan motor dengan kakinya. Namun sayang, stang motor sempat menghantam paha kiri saya dan..lebam! Tapi untungnya kami gak sempat jatuh terjerambab di pasir. Kami pun cuma bisa menertawakan kemalangan kami. Akhirnya diputuskan saya tak bisa membonceng sinyo dan dia harus berjalan kaki dan meninggalkan saya jauh karena saya tetap membawa motor. Rasanya capek banget karena harus sambil dorong dorong motor agar tidak terjebak di lautan pasir ini. pfft!!!
Jalur berpasir ini cukup panjang juga, padahal bau pantai sudah terlihat dan pohon kelapa ada di mana-mana. Begitu sudah tiba di bibir pantai, pak boy malah mengarahkan saya ke atas. Atas?!? Iyah rupanya saya disuruh bawa motor menanjak ke atas bukit Liman, destinasi kami selanjutnya. Karena merasa tidak ada opsi lain lagi, terlebih beberapa teman yang lain sudah di atas, saya pun gas pol dengan nyali agak ciut.
Brum...brum... nggak pake rem lagi. Saya cuma nge-gas sekencangnya, berusaha menyeimbangkan motor, berusaha agar tidak tergelincir dengan kerikir kerikil kecil yang bertebaran di jalan hingga akhirnya saya tiba di puncak!
Karena tidak bisa berboncengan ketika naik, beberapa teman yang lain harus berjalan kaki ke atas. Sedangkan kami yang bawa motor beruntung bisa dapat bonus foto foto sendiri sepuasnya dulu!
Bukit Liman di Pulau Semau - NTT |
Para Lelaki Tangguh di Bukit Liman Credit : Valentino Luis |
Sunset dan wanita cantik di Bukit Liman Credit : Valentino Luis |
Hari udah mulai maghrib dan saya mulai cemas karena tidak ada penerangan sepanjang jalan. Saya kira dermaga sudah dekat. Setelah sejam berkendara, isi bensin, kami masih saja berpacu dalam kegelapan.
Saya tanya pak boy, "Pak, masih jauh?". "Nggak ini sudah dekat." jawabnya.
Yowes. Saya sabar saja meski pantat sudah kram dan tangan
Demi keselamatan dan keamanan, rombongan kami tidak boleh sampai terpisah. Satu satunya cara kami berkomunikasi adalah dengan klakson. Jika ada satu motor yang klakson (mungkin karena ada something wrong atau harus berhenti), maka motor berikutnya akan turut bantu mengklakson begitu seterusnya hingga semua mendengar dan berhenti menunggu. Karena keadaan gelap gulita dan kami berkendara dengan kecepatan tinggi, kan takutnya yang di belakang kalau sampai salah belok atau ketinggalan jauh bakalan repot, apalagi sinyal HP tidak bisa diharapkan dan rata2 gadget sudah pada lowbat.
Lucunya, kebiasaan orang lokal di sini adalah menyapa dengan klakson setiap berjumpa motor di jalan. Maka, sebagai balasan motor yang di depan balik meng-klakson untuk membalas keramahan penduduk di sini. EH malah ditangkap oleh yang dibelakang sebagai tanda bahaya dan diklakson balik juga. Jadilah kadang kadang kami klakson berjamaah tanpa mengerti apa yang sedang terjadi. Jadi bising deh HAHAHA!
Masih lanjut....
Perjalanan mulai jadi tidak asik ketika ternyata kami dihadang oleh jalan yang sedang dibuat dan kami harus melewati batu batu karang yang gede gede. Saya agak ragu namun pak boy bilang bisa lewat. Kami mencoba melewatinya hingga kadang terjebak dalam batu batu karang itu sedangkan yang lain harus turun dari boncengan (lagi!). Rupanya setelah 15 menit berjuang, di ujung jalan pak boy memberikan penalti jalan tidak bisa dilewati dan kami harus putar balik!
What!!! Padahal dermaga sudah dekat dari sini dan jam sudah menunjukkan jam 7 lebih. Kami semua keroncongan karena terakhir cuma makan siang dan ngemil kue sebagai snack. Persediaan air sudah habis dari tadi dan bahkan toilet visit saya terakhir yah di pantai otan itu. Apa daya, kami harus menelan kekecewaan dan manut saja.
Untungnya di dekat jalan tersebut ada satu gang kecil di sana dan kami pun lewat situ dan kembali ke jalan berkerikil, berdebu dengan hutan hutan di samping lagi. Seperti jalan panjang yang tak berkesudahan...
Saya bahkan merasa bukan saya lagi mengendarai motor, tetapi sayalah yang notabane dibawa motor ini. Jalan berbatu, sedikit menanjak dan menurun, saya cuma lempeng aja terus meng-gas dan terloncat loncat di dudukan motor. Saya juga tak berani toleh kanan-kiri-atas karena takut melihat sesuatu yang tak diharapkan. Saya berusaha menghalau pikiran mana kala merasa merinding atau ketinggalan dari rombongan depan yang ngebut. Berkali kali teman saya bertanya apa aku baik baik saja, masih kuat gak, mau digantiin gak, tapi saya tahu satu satunya yang bisa saya lakukan hanya bertahan, terus berkendara, dan berharap dermaga sudah dekat.
"Pak berapa lama lagi?" tanya saya ke pak boy. Sudah mulai hopeless di-PHP-in guide ini.
"Lima menit lagi." jawab pak boy misuh misuh.
Saya hanya meringis karena bahkan rumah warga pun masih jarang terlihat.
Baru akhirnya setengah jam kemudian setelah pak boy memberhentikan motor karena sinyo harus pips di tepi jalan, kami mulai melewati penurunan dan dari jauh saya bisa melihat beberapa lampu pijar bertebaran. Ah kita sudah sampai di "kota"!
Ketika benar benar sudah sampai di dermaga (saya sampai gak percaya!), saya baru bisa terharu bahagia karena kami tiba dengan selamat dan gak ditinggal kapal.
Untuk mengenang malam pertama di pulau Semau (kelelahan - dehidrasi - sekujur tubuh tertutup debu), maka tak lupa kami mengabadikannya dalam sebuah foto :
Memutih dan Menua |
Tapi kalau liat hasil foto foto yang kami dapat, semuanya Instagram-able dan bikin saya merasa perjuangan kami REALLY WORTH IT!
Memang tak ada perjalanan mudah menuju surga yah kawan?
**
Tips traveling ke pulau Semau :
1. Bawa makanan dan minuman dari Kupang. Soalnya gak ada warung makan. Air minum juga terbatas di warung warung kecil. Harus berkendara beberapa jam dulu baru nemu.
2. Bawa uang tunai. ATM? apa itu?
3. Pakai guide lokal. Setelah pulang saya baru tahu kalo gosipnya pulau ini angker dan mistis. Yoloh langsung teringat beraninya saya bawa motor sendiri di tengah kegelapan. Lalu baru ketahuan juga kenapa si pak boy ngotot melewati jalan rusak itu karena dia awalnya menghindari jalan yang akhirnya harus kami tempuh karena angker. Jadi menurut sinyo yang dia bonceng, ketika melewati suatu daerah di situ lah satu satunya tempat di mana pak boy menyalakan rokoknya. Uuuh serem!
4. Cek motor dengan baik. Motor sudah saya isi full tank dari kupang dan ketika malam kami sempat isi setengah lagi. Untung saja begitu karena ternyata cukup jarang ada yang jual dan kami tidak tahu harus sampai putar jalan. Untung lagi bensinnya cukup sampai ke dermaga.
5. Jagalah lingkungan. Jangankan tong sampah di pantai, nemu orang aja jarang di pantai. Oleh karena itu, jika membawa apapun yang berpotensial jadi sampah, tolong sekalian dibawa pulang atau dipegang sampai ketemu tempat pembuangan. Saya ingat ketika kami bertemu ibu-ibu lokal dan salah satu dari teman saya ingin membuang sampah botol plastik. Si ibu-ibu yang melihatnya langsung memintanya. Karena sepertinya mereka tampung, banyak botol yang sedari tadi ikut kami berjalan jalan jadi berpindah tangan ke ibu-ibu tersebut. Mari kita menjaga Semau tetap bersih.
6. Puas-puasin ke WC dulu sebelum ke Semau :D
0 komentar:
Posting Komentar