Skiing di Ski Santa Fe, New Mexico

Jumat, 31 Januari 2014 0 komentar

Terlahir di sebuah negara dan kepulauan tropis, bagi saya salju itu seperti halnya mimpi. Mau megang salju? Mimpi kali yee!! Yah begitulah salju hanya ada di televisi, majalah atau studio foto dengan kapas kapas kecilnya.

Sudah ke Australia, tetapi belum berjodoh dengan salju juga. Begitu dapat berangkat ke amerika, dapetnya di gurun. Sepertinya salju masih hanya akan dalam kenang kenangan. Hingga akhirnya, host family saya membawa saya ke state tetangga, yakni New Mexico. Asiknya lagi saya dapet voucher belajar ski gratis sebagai kado natal. Cihuuy! nemu salju aja belum pernah, ini mau menari nari di atas salju!

Saya didaftarkan dalam kelas Never-ski-before di Ski Santa Fe. Ah salah ini. Harusnya saya dimasukkan ke kelas Never-see-snow-before! LOL

Dari kota Santa Fe, nampak jelas beberapa gunung tinggi. Tetapi lokasi Ski Santa Fe yang akan dituju masih di belakang gunung gunung tersebut. Sebelum memutuskan kapan akan mulai mengambil kelasnya, host family saya terlebih dahulu mengecek keadaan cuaca (kebiasaan orang bule Australia & Amerika sama). Setelah melihat cuaca yang cerah serta cek website mereka untuk memastikan salju yang ada cukup untuk main ski, maka keesokan harinya kami berangkat. Sepanjang jalan menuju Ski Santa Fe, hanya ada pemandangan hijau hingga akhirnya berganti warna putih dan hanya ada pohon Aspen dan Pine.

Tetep dingin
Setibanya disana pagi hari pukul 9 setempat, ski santa fe nya udah membludak dengan ribuan pengunjung. Semua menenteng nenteng ski atau snowboard dan mengantri di loket. Saya dan Host mom pun begitu. Kami harus mendaftar dan melihat slot kelas yang ada, dan dapatlah saya di kelas sekitar jam 10.30. Saya lalu meminjam sepatu ski, dan papan luncur skinya. Untuk pelajar amatiran macam saya, tidak perlu pinjam tongkat skinya segala karena nggak bakal dipakai.


Sisanya adalah properti milik pribadi yang harus disiapkan. Untuk belajar ski sehari ini, saya sudah pakai 1 kaos hangat turtle neck (yang samapi ke leher), satu jaket, dan satu baju ski khusus warna oranye. Persis seragam pemadam kebakaran deh. Di dalamnya saya harus pakai legging hangat dan satu celana panjang di dalam. Masih juga ditambah kaos kaki khusus ski yang hangat dan sepanjang betis. Sisanya pakai topi wol, penutup leher, kacamata ski, sarung tangan ski yang ga tahan air dan semangat membara buat menahan dingin.

Naik ke atas pake eskalator berjalan biar nggak capek
Host Family saya bilang hari itu cuacanya sangat kondusif. Matahari bersinar terus walaupun cuaca sekitar 1 Celcius. Untuk saya, mungkin itu adalah cuaca terdingin yang pernah dirasakan. Tetapi setelah kelas dimulai, badan mulai terasa hangat karena kita banyak melakukan kegiatan fisik.

Untuk kelas saya, benar benar diajarkan dari hal paling sepele. Dari bagaimana membawa papan ski biar nggak bikin benjol kepala orang (maklum banyak pengunjung sehingga harus was was), buka pasang sepatu ski, pakaian yang cocok digunankan hingga ilmu teratas dari kelas ini yakni bagaimana meluncur dan berhenti. Kalau nggak bisa ini, maka yakin deh nggak bakal pindah ke kelas berikutnya.

Kalau dulu saya lihat orang main ski, rasa rasanya mudah saja. Apalagi saya juga pernah coba sepatu luncur dan ice skating. Jadi pikir saya kurang lebih bakal sama. Eh rupanya sedikit saja ada jalan menurun, papan ski akan meluncur bebas! Satu satunya cara untuk berhenti adalah menekukan lutut dan kaki seperti orang kebelet pipis. Cara lain yang anti mainstream, adalah merelakan diri jatuh dengan pantat menyentuh bumi seperti saya.


Setelah hampir jam makan siang, kelas kecil yang berjumlah kurang lebih 10 orang pun usai. Sang mentor memberikan hampir keseluruhannya nilai A. Horayyy! saya kira performance kami yang tak seberapa ini sudah menuai pujian. Rupanya sistem penilaiann mereka terbalik dengan umumnya. A berarti grup paling bawah. B baik, C lebih baik dan seterusnya. Huh!

Setelah makan siang, saya berusaha mengumpulkan semangat yang sudah beku dan berpikir "Ayolah, ini mimpimu kapan lagi bisa main ski. Masa gini aja nggak bisa!" . Akhirnya saya seretlah badan dan kaki yang sudah kram ini ke area ski yang lebih besar dan berada di tengah. Kali ini mentornya cowok dan anggota kelasnya sudah berbeda.

Dia me-review apa yang telah kami pelajari dari kelas sebelumnya. Beberapa orang nampak dengan mulus dan berani meluncur ke bawah. Saya jadi ciut. Kalau soal meluncur atau penurunan, entah itu naik motor atau roller coaster selalu membuat saya takut. Mungkin trauma gara gara dulu jatuh dari sepeda dari penurunan curam.

Saya memutuskan meluncur paling terakhir. Si mentor tampaknya bisa melihat ekspresi saya yang sudah pucat pasi. Mengigil kedinginan iya, nggak berani juga iya. Dia bulang "I want you to know that you can take control". Dia menawarkan untuk meluncur setengah dari panjangnya lintasan yang kurang lebih 10 meter. Dengan berdoa, saya lettakkan kedua tangan lurus ke depan, mata jangan melihat ke papan ski dan fokus ke mentor. Syuuuuttttt, takut takut dan pelan saya pun sampai kepadanya. Begitu seterusnya hingga saya berani mencoba meluncur sendiri tanpa mentor hingga ke bawah.

Ntah kenapa dengan mentor yang cewek itu saya tidak bisa begitu berani dan memahami, tetapi dengan mentor cowok ini saya malah ketagihan meluncur atas bawah. Saya jadi mengerti tekniknya. Kalau mau pelan pelan, tekukan kaki. Kalau mau dipercepat, luruskan kaki dan berdiri tegap. Mata tidak perlu khawatir dan cukup lihat arah tujuan. Setelah itu saya juga tahu bagaimana caranya belok. Cukup lah buat hari pertama.

Setelah usai belajar, saatnya bermain dengan salju.
Snow Angel
Sliding
 Lesson Learned : Do not let your fear overcome your goal.

Info Ski Santa Fe di sini

 
Wisata © 2011 | Designed by Interline Cruises, in collaboration with Interline Discounts, Travel Tips and Movie Tickets