Surat untuk menteri pariwisata

Senin, 29 Desember 2014 0 komentar

Kepada Yth,
Bapak Arief Yahya
Menteri Pariwisata Indonesia
   Di-
       Tempat

Salam wisata,

Pertama tama bersama dengan surat ini saya sampaikan selamat atas terpilihnya bapak menjadi orang nomor satu di dunia kepariwisataan di tanah air kita tercinta. Saya percaya dan yakin ini adalah sebuah prestasi hebat dan juga sebuah tanggung jawab maha besar yang dititipkan Jokowi (baca:rakyat) kepada bapak. Apalagi menimbang bahwa di tangan bapaklah, naik turunnya grafik wisatawan akan mengeliat.

Sehubungan dengan itu, perkenankanlah saya yang bukan siapa siapa ini sedikit ingin bercerita tentang Indahnya negeri kita tercinta. Sedari kecil saya selalu ditekankan akan betapa hebatnya Indonesia. Masih ingat dalam benak saya ketika guruku bilang betapa suburnya tanah Indonesia. Lempar biji cabe, maka akan tumbuh cabai dalam beberapa hari. Lempar biji mangga, maka akan tumbuh buahnya yang ranum. Belum lagi kita punya pemandangan alam serta flora dan fauna yang tak ternilai. Terpujilah setiap provinsi di Indonesia yang unik dengan ciri khasnya masing masing. Belum cukup sampai disana kehebatan negeri ini. Sekarang coba kita tengok masyarakatnya. Berbudi luhur dan menekankan sifat ramah tamah dan gotong royong. Elok nian!

Nah ketika saya berkesempatan ke Luar negeri, seringkali orang terheran heran ketika menanyakan asal saya. Jangankan tahu soal tempe dan batik. Di benua mana saja mereka masih bingung bahkan seringkali mereka kira Indonesia itu somewhere in Bali. Akhirnya malah saya yang keheran heran Rupanya setelah saya pikir pikir seadanya, di zaman internet dan era globalisasi ini, Indonesia semakin tertinggal dengan pesatnya lalu lintas informasi dan kalah persaingan wisata dengan negara tentanga. Intinya, kita kalah branding bapak.

Tak pernah sedikitpun saya ragu akan potensi Indonesia. Namun jika orang di luar sana bahkan tak tahu dimana itu lokasi Indonesia, maka sudah sepatutunya kita harus berkaca dan terus membenahi diri. Cara promosi melalui baliho, brosur sudahlah tidak efektif lagi dan jangkauannya sangat kecil. Mari kita contek negara negara lain yang mulai menggalakkan promosinya dengan seringnya mengundang para blogger / public figure dari Indonesia. Nampaknya mereka paham, bahwa pasar di Indonesia itu masih sangat empuk.

Bahkan tidak sampai itu saja. Beberapa negara pun terus menunjukkan dominasinya dengan membuka pusat budaya negaranya di Jakarta. Sebut saja @Atmerica atau Korea Cultural Center. Saya sudah pernah kedua tempat ini. Harus diakui mereka punya program yang menarik dan membuat masyarakat kita akan terus haus informasi tentang negara tersebut dan bermimpi suatu saat akan menginjakkan kaki di sana.Terus Indonesia kapan?

Saya bermimpi suatu saat jika keluar negeri lagi, bukan hanya bisa dengan mudah menemukan restoran Indonesia, tetapi juga dapat berkunjung ke Indonesia's Information Center dimana masyarakat luar negeri bisa memainkan angklung, mencoba membatik atau katakanlah hanya sekedar ngopi / ngeteh asli produk Indonesia ditemani dengan kerupuk kemplang. Saya rasa hal ini tidaklah muluk muluk amat mengingat banyaknya kedutaan kita yang tersebar di seluruh dunia. Yah bisalah mungkin meminjam satu atau dua ruangannya untuk memamerkan Indonesia di sana. Setuju kawan? Bagaimana menurut Bapak?


Saya kira hanya itu yang dapat saya sampaikan terlebih dahulu. Besar harapan saya semoga surat ini sampai ke layar monitor komputer, ipad atau handphone bapak dan kiranya dapat direnungkan, lebih baik lagi kalo dikomen.Semoga bapak dapat terus bekerja demi dunia wisata Indonesia yang lebih baik.

Atas perhatian dan kerjasamanya, saya ucapkan terima kasih.

Hormat saya,


Lenny
Travel Blogger Indonesia

--------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Twitter : @Lenny_Indonesia  | Instagram : Lenny.Diary   | Facebook : Travel Diary
--------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Baca juga surat cinta lainnya untuk mentri dari Travel Blogger Indonesia :
Wira Titiw Catperku Indri Olive Thelosttraveler Efenerr Parahita Vika
DiscoveryourIndonesia Danan Thetravelearn Felicia VirusTraveling

Lombard Street, Jalanan terbengkok di dunia

Kamis, 25 Desember 2014 0 komentar

Di Indonesia kita memiliki jalanan dengan kelok curam yang mengerikan yakni seperti di Kelok sembilan. Berada di Sumatera Barat, kelok sembilan bersampingan dengan jurang jurang. Salah dikit aja, nyawa taruhannya. Saya sih belum pernah melewatinya tetapi sewaktu menuju Padang dari Jambi, saya juga harus melewati jalanan yang berkelok kelok curam. Sayangnya, pas melewatinya udah tengah malam jadi tidak kelihatan apa apa.

Sampai di Amerika Serikat, ternyata ada juga jalanan berkelok ekstrem walaupun jauh dari seram. Tepatnya di San Frasisco terdapat Lombard street, sebuah jalanan satu arah tak beraspal yang hanya muat satu mobil sekali jalan dan disebut disebut memiliki kelokan yang menukik tajam se-dunia. Bener gak yah?

Lombard Street

Lombard Street

Lombard Street

Lombard Street dengan total 8 kelokan ekstrem ini memang sengaja dibuat begini dengan alasan keamanan. San Fransisco pada dasarnya memang memiliki struktur yang penuh penurunan dan penanjakan yang curam. Salah satunya yakni Lombard Street ini. Jika Lombard Street hanya dibuat satu arah saja, maka para pengemudi bisa "bablas" ketika menuruninya. Oleh karena itu dibuatlah berkelok kelok sehingga para pengemudi terpaksa pelan pelan jalannya.

Kalau dari depan begini bentuknya :
Lombard Street (gambar diambil dari sini)
Ide ini tergolong unik dan mengundang rasa penasaran para wisatawan. Dari pengamatan saya, yang mau melewati jalanan ini cukup banyak. Saya rasa banyak juga para wisatawan yang iseng ingin mengetes kemampuan mengemudinya dan melewati jalan ini. 

Bagi yang nggak punya mobil, tenang aja. Di lombard street, tetap ada pinggiran jalannya dimana kita bisa menapaki pelan pelan jalanan ini dengan tangga. Malah lebih cepat nyampe ke bawahnya dibanding mobil yang harus muter muter. Karena banyaknya orang yang mau mengambil foto di daerah ini, Lombard Street yang berupa jalanan satu arah ini juga dihiasi taman taman cantik di sekitarnya. Selain itu, jangan lewatkan juga rumah rumah di sekitar jalan ini karena merupakan salah satu daerah mahal di San Fransisco dan arsitektur rumahnya pun masih tergolong unik.

Heard Museum In Pictures

Minggu, 14 Desember 2014 0 komentar

Untuk mengetahui seluk beluk tentang Native American di USA itu susah susah gampang. Susah karena biasanya suku Indian American ini bukanlah suku yang terbuka kepada dunia luar. Yang saya baca dari buku panduan, mereka memang memiliki nilai nilai budaya yang tidak begitu terbuka kepada orang yang dikenal seperti menghindari terlalu banyak berbicara, menghindari eye contact dan kontak fisik dengan orang asing. Di satu sisi hal ini berdampak positif karena dengan cara ini mereka dapat terus mempertahankan tradisi mereka hingga ke generasi sekarang. Susahnya adalah untuk orang asing yang tertarik dengan kebudayaan mereka seperti saya, tentu mengalami kesulitan untuk "mempelajari" mereka.

Tetapi, kabar gembiranya di Arizona terdapat Heard Museum yang mengkhususkan pada sejarah dan budaya suku Indian tersebut. Museum ini bukanlah milik pemerintah namun dikelola oleh pihak swasta yang pada awalnya keseluruhan benda yang dipamerkan adalah kepunyaan pasangan pengamat dan pecinta suku Indian yang bernama Dwight dan Maie Heard pada tahun 1912.

Hasil kerajinan (poetry) suku Indian
Hasil kerajinan tangan suku Indian
Pakaian tradisional wanita suku Indian
Baju tradisional suku Indian

Perhiasan suku Indian rata rata terbuat dari Turquoise
Walaupun milik pribadi, koleksi yang dimiliki Heard Museum terbilang lengkap dan berkualitas tinggi. Tak hanya saja memarekan barang barang peninggalan bersejarah, Heard Museum seringkali mengadakan acara acara kebudayaan untuk terus mengenalkan budaya suku Indian ke kalangan masyarakat dan para wisatawan.

Drum suku Indian
Bagi yang mau membeli oleh oleh khas suku Indian seperti Dream Catcher, boneka kachina maka disarankan membelinya di souvenir shop di Heard Museum. Memang harganya pasti tidak lebih murah dari pasaran, tetapi dijamin tidak akan khawatir jikalau barangnya made in china.

Lagian hitung hitung membantu melestarikan budaya suku Indian dan biar museumnya tetap bisa beroperasi.

Boneka khas suku Indian, Kachina
Tungku oven untuk membuat roti suku Indian
Hogan, rumah tradisional suku Indian

Heard Museum terbilang mudah diakses karena langsung dapat dicapai dengan Light rail (tram) dan berada di pusat kota Phoenix, Arizona

Alamat :
2301 North Central Avenue
Phoenix, AZ 85004
Harga tiket : $18

See you here!

YHA Hostel Australia vs USA

Minggu, 07 Desember 2014 0 komentar

Berbekal pengalaman menyenangkan bareng bareng teman AIYEP sewaktu nginep di YHA Hostel di Australia (baik di Brisbane maupun Noosa), ketika saya berencana ke San Fransisco, USA saya jadi tertarik nginep di hostel ini juga. Apalagi tempatnya bener bener di pusat kota. Kemana mana tinggal ngesot gitu. Lagian, teman Indonesia saya juga merekomendasikan tempat ini sewaktu mereka berkunjung. Jadi sudah terpercayalah yah keamanan dan kepuasannya.

Hanya ada satu yang agak membingungkan sewaktu saya google YHA San Fransisco, hasilnya tidak langsung keluar seperti YHA Australia. Rupanya saya baru tau Youth Hostels Association(YHA) itu bagian dari Hostelling International grup. Jadi kalo di Australia mereka nyebutnya YHA. Nah kalau di San Fransisco ini namanya San Fransisco Downtown Hostel . Yang jelas kedua duanya masih satu grup di Hostelling International karena sama sama menampilkan logo rumah dan satu pohon walau ukuran dan warnanya agak beda sih.

Di YHA Australia saya tinggal agak lama (hampir seminggu) dengan intensitas banyakan berada di hostel karena acara berlangsung disana. Kebetulan di YHA San Fransisco (selanjutnya disebut USA) saya juga banyak menghabiskan waktu di dalam hostel karena hujan lalu ngapain lagi kalo bukan tarik selimut kembali? Sigh!

Walaupun merupakan grup yang sama, beda lokasi, beda budaya menjadikan dua hostel kakak beradik ini terasa beda juga. Yuk kita lihat reviewnya :
1. Keramahan
Australia : Entah kenapa saya lebih menggungulkan keramahan sewaktu menginap di Australia.Sewaktu itu saya masih kinyis kinyis baru ke luar negeri, dengan keterbatasan bahasa inggris dan norak noraknya saya, saya lebih impressed dengan cara mereka bersabar dan melayani. Kadang saya suka gangguiin si resepsionis buat beli koin nyuci laundry, tukar kartu, tanya tempat dan lain lain dan tak pernah tuh saya merasa kecewa. All is well.

USA : Saya tak bilang mereka tak ramah hanya saja yah ramhanya standar. Nggak ada yang bikin impressed, nggak ada juga kecewa. Sempat saya tanya taya soal checkout lebih cepat dari waktu, minta peta, tanya soal makan pagi dan semua ditanggapi. Tapi saya inget pas sekali lagi check-in di hampir tengah malam, ada tukang nganter makanan yang ingin mengantarkan pesanan tamu tapi tidak begitu dilayani ramah. Lalu kebetulan di YHA ini, tamu yang masuk harus menggunakan kunci kamar agar pintu terbuka. Jika tidak harus pencet bel dan resepsionis yang buka. Mungkin banyak orang yang belum paham sistem ini, dan "nyangkut" di luar sehingga beberapa kali terpaksa si resepsionis yang bukaiin. Nampaknya sih dia kurang senang. Tapi yah maklumlah karena bangunan YHA ini (lebih mirip ruko) tepat di pusat kota jadi pintunya harus dibuat seaman mungkin demi tamu juga.

2. Kunci rusak
Heran deh saya mengalami hal yang sama di sini. Biasanya kita akan diberikan kartu buat digesek/ditempel di palang pintu. Dan seringkali saya nggak bisa masuk karena ntah kartu nya yang error ato mesin di pintu yang bermasalah. Memang si resepsionis udah mengingatkan jauhkan dari HP biar magnetnya nggak error, tapi yah seringkali tetep aja ini terjadi. Di Australia maupun USA.

3. Harga
Well, tidak bisa dibandingin lah secara beda benua juga. Yang jelas bukan yang termurah dibanding hostel lainnya, tapi cukup nyaman dan aman.

4. Lokasi
Sama sama strategis. Malahan yang di USA lebih strategis lagi karena benar benar di tengah kota.

YHA Brisbane
5. Fasilitas Hostel
Asutralia : ada kolam renangnya kecuali di Noosa. Mungkin karena sudah dekat pantai jadi kalau pun ada tar mubazir.
USA : nggak ada kolam renang. Hanya ada dapet makan pagi aja.

6. Fasilitas tambahan
Australia : saya masih inget di Australia, ada sun screen gratis yang diletakkan di meja resepsionis. Terus ada tulisannya, Slip slop slap yang artinya slip(pakai baju kamu) slop(pakai sun screen) dan slap (pakai topi) yang bertujuan untuk memerangi kanker kulit. Jadi tiap mau keluar, saya pasti oles oles dulu mumpung gratisan. Lalu di Brisbane juga ada tempat semacam lemari dimana kita bisa meletakkan barang yang tidak kita butuhkan lagi dan nanti bagi yang berminat boleh ambil. Sewaktu itu saya ada meletakkan barang dan pakaian saya lalu saya ambil lagi deh punya orang heehe
USA : saya sempat tanya apakah punya payung karena selama seharian hujan mulu, jawabnya nggak ada. Yah paling nggak masih dikasih map kota SF gratis.Tapi enaknya selama di sini saya perhatikan banyak acara gratisan seperti free walking tour to chinatown dan atau gratis makan pizza bareng agar bisa kenal dengan sesama penghuni hostel.

7. Banggunannya
Australia : Di Brisbane, hostelnya masih agak lega dimana beberapa lantai dijadikan kamar, restoran di depan lobby dan atap dijadikan tempat untuk ngobrol dan bisa BBQ serta ada meja biliard dan juga kolam renang. Di Noosa, bangunananya lebih eco-friendly karena masih terbuat dari kayu dan makan paginya bisa diluar (di taman). Lingkungan sekitarnya juga masih asri dan hijau banget.

USA : Mungkin karena beneran di tengah kota biayanya mahal yah, jadi bangunannya kayak ruko 4/5 tingkat deh. Termasuk sempit hingga kalau makan pagi selalu berjubelan dengan manusia manusia. Duduknya pun hadap tembok karena nggak ada space. Mau cuci piring, antri juga. Uh bawa ke kamar aja lah.

Hostelling International San Fransisco

8. Kamar mandi
Australia : Kebanyakan saya harus ngantri jika ingin mandi atau ke kamar kecil atau biasanya saya suka selidiki dulu kamar mandi tingkat berapa yang penghuninya sedikit baru deh saya ke sana :)
USA : Tidak ada WC di lobby yang merupakan tingkat pertama. Sedangkan di tingkat saya berada hanya ada satu tempat mandi, 1 kamar kecil untuk masing masing jenis kelamin dan satu lagi kamar mandi agak besar yang termasuk bathtub dan WC untuk orang disabilitas.

9. Wifi
Sama sama menyediakan wi-fi gratis

Sepintas sih, antara kedua hostel ini masih memegang teguh prinsip melayani yang baik dan soal keamanan tidak diragukan. Jempol buat kedua hostel ini yang bikin saya belum jera mencoba hostel.

Review hotel Ibis Solo

Kamis, 04 Desember 2014 0 komentar

Ibis hotel Solo merupakan salah satu akomodasi cihui di tengah kota Solo. Bersebelahan dengan Hotel Novotel, lokasinya dijamin strategis banget tapi dengan pilihan yang tidak terlalu menguras kantong kita.

Resepsionis Ibis Hotel Solo

Saya sih diinapkan gratis semalam berhubung sedang roadshow acara Emeron & Cita Cinta di tahun 2013 sehingga kali ini mau berbaik hati me-review hotel ini. Tampilan hotel ini minimalis tapi tetap terlihat modern dan stylish. Di samping depannya ada kolam air mancur yang menjadi pemandangan menyegarkan ketika pagi pagi makan di restorannya.

Restoran Ibis Solo
Jika sore sore, paling tepat sambil duduk cantik di tepian kolam renang di bawahnya, yang kebetulan bersebelahan dengan Novotel. Karena tergabung dalam jaringan hotel Accor, mungkin itu sebabnya kolam renangnya gabung kali yeh. Bisa juga kali mampir mampir ke hotel sebelah jika ada waktu senggang hehe

Duduk - duduk cantik di sore hari

Kolam renang gabung sama Novotel Solo
Nah untuk kamarnya, saya malah lupa ambil gambarnya ketika masih rapi. Kamarnya dan WC terbilang ekonomis dari segi harga dan besarnya. Yah walau begitu mereka tetap menjaga kenyamanan. Tidur pun lelap. :0

Kamar nyaman hingga bikin berantakan
Terima kasih hotel Ibis Solo!
Alamat :Jalan Gajah Mada 23 Jawa Tengah 57131 - SOLO
Telp : (+62)271/724555
Email : reservation@ibis-solo.com

Pros & Cons tinggal di Hostel

Selasa, 02 Desember 2014 0 komentar

Salah satu dana lebih yang harus disiapkan dalam perjalanan ialah tempat tinggal. Kalau ada yang bisa dan mau ditebengin, tentu kita nggak repot. nah kalau nggak ada? Ya wes harus cari hotel/motel atau hostel.

Hostel lebih identik dengan kata murah dan lebih diminati kaum muda serta para backpacker apalagi yang dari luar negeri yah tentu kata hostel lebih jamak daripada kita di Indonesia.

Pertama kalinya saya tinggal di hostel ialah ketika berada di Brisbane dan Noosa, Australia dalam rangka pertukaran pemuda. Dua duanya kami tinggal di YHA(Youth Hostel Association) yang memang sudah pionir dibidangnya ini. Begitu sampai, semua sudah diurusin dan saya tinggal melenggang kangkung masuk ke kamar hostel. Oh ternyata begini hostel itu??

Kali kedua atas pertimbangan sendiri, saya memilih nginap di hostel ketika di San Fransisco (YHA lagi) dan New York City (Jazz Hostel).

Berbekal pengalaman inilah saya merasa cukup sudah mengenal tipe akomodasi yang digandrungi para backpacker ini.Berikut ada beberapa hal yang sebaiknya dipertimbangkan dulu jika ingin menginap di hostel

Cons :
1. Anda Introvert?Pemalu?Sedang tak ingin diganggu? Jangan tinggal di hostel kalau gitu.
Hostel adalah akomodasi yang menawarkan fasilitas seperti hotel namun hakikatnya saling berbagi dan toleransi. Yah walaupun demikian, tentu pada prakteknya ada yang melenceng. Anda yakin mau berbagi satu ruangan dengan orang yang baru pertama kali dijumpai? Sewaktu saya tinggal di Jazz Hostel di New York, saya tiba dini hari ketika roomate saya sudah ngorok. Rasanya bersalah banget karena saya masih harus berbenah diri dan terpaksa menimbulkan suara yang bikin dia bolak balik di ranjang. Esok paginya saya masih tidur karena kecapaian, dia udah bangun dan siap siap mau ngejar pesawat untuk balik ke negaranya. Kali ini saya yang kena karma karena terpaksa juga harus kebangun, berkenalan dan basa basi sedikit hingga melepas kepergian "teman" sekamar. Esok harinya balik ke hostel, di dalam kamar saya kaget karena sudah ada orang baru lagi. Kenalan lagi, basa basi lagi dan begitu seterusnya hingga mau check out.

2. Tidak bisa bebas dalam kamar.
Saya ingat sampai harus menahan kentut dalam kamar karena tidak enak pada teman sekamar saya. Pilihan berikutnya yah harus keluar kamar baru melepas angin. Kalau anda tipe yang suka geli / jijikan berbagi udara, ranjang, space, jangan tinggal di hostel. Meskipun ranjang kita pisah, kebanyakan metode ranjang yang digunakan di hostel yah yang bertingkat. Mau saya di bawah atau di atas yah sama aja. Apapun yang kamu lakukan, pasti bikin ranjang yang dibawah/atas ikut ebrgoyang. Tapi paling nggak saya milih diatas biar muka saya pas ngorok tidak kelihatan hihihi Selama dikamar pun, saya tidak membuka musik dan tidak membuat HP dalam keadaan silent agar si teman tidak terganggu.

3. Masalahmu, masalahku juga.
Kembali ke cerita no 1 dimana "teman sekamar" saya sedang dalam keadaan terburu buru di pagi buta untuk ngejar pesawat, rupanya dia curhat bahwa pintu kamar kami ini "moody". Kadang bisa dibuka kadang nggak. Sialnya lebih banyak jatuhnya ke enggak. Jadinya ketika dia harus ke WC dan ternyata tak bisa membuka pintu, maka saya harus rela turun dari ranjang dan membukakannya. Begitu juga ketika dia membawa 2 bagasi besar dan kami berada di lantai 4. Sungguh saya nggak tega liat dia gerek gerek koper sendiri. Terpaksa lah saya jadi berbaik hati.

4. WC bersama
Berhubung saya bisa tidur dimana saja, tapi belum tentu bisa buang air dimana saja, maka WC adalah prioritas utama saya melebihi tempat tidur. Kalau sudah begini, saya biasanya akan ke toilet di waktu yang orang jarang ada untuk "nyetor" itupun kalau WC bersamanya dalam keadaan tidak memprihatinkan. Eww!

5. Makan pagi
Tidak usah banyak maunya deh kalau di hostel. Palingan yang dikasih cuma sereal atau roti. Itupun siapkan sendiri dan hey jangan lupa cuci piringnya sendiri yah.

6. Lebih berisik
Tentu saja, dengan intensitas banyaknya orang dalam ruangan yang terkonsentrasi, pastinya menimbulkan suara suara yang bisa kedengaran hingga ke beberapa kamar. Saya selalu ingat dulu ketika di Australia, saya dan rombongan Indonesia jika lagi masak, wuih berasa yang punya hostel karena isinya kami kami semua. Ada yang masak air, nanak nasi, rebus ind*mie, oles roti, bikin teh. Duh pokoknya peralatan masak sudah kami kuasai hingga bule bule yang ngeliat kami pun udah males mau nimbrung. Maaf yah.

7. Bawa utilities sendiri
Sorry yah ini hostel. No towel, no minibar, no water bottle, nothing!

8. Hati hati barang bawaan
Usahakan mencari hostel dengan melihat 1) brandnya 2) review customernya untuk melihat apakah mereka puas dan merasa nyaman. Biasanya hostel yang baik menyediakan satu lemari kecil semacam loker yang bisa di kunci. Nah disitulah kamu meletakkan barang berharga. Waspada bukan saja harus diterapkan dalam kamar, tetapi juga di dapur. Biasanya makanan yang kita titip bisa saja tak sengaja / sengaja terambil orang. Mau menuduh apa buktinya? wong udah diperut. Ya ikhlasin aja.

PS: untuk hostel, saya rekomendasikan paling banyak menginap dengan sesama jenis paling banyak 4 orang sekamar untuk kualitas tidur yang terjaga :)

Pros:
1. Terjangkau
Jika uang berbicara, maka seringkali dialah pemenangnya. Tidak peduli daftar cons yang saya jabarkan semakin panjang, jika duit emang adanya segitu gimana dong? Biarin aja harus tahan tahan bau kaki seseorang daripada tidur di emperan? Biasanya Hostel bisa lebih murah 50% dari hotel kelas melati manapun. Tapi beberapa hotel branded yang terkenal tidak selalu murah juga loh. Yang penting adalah selalu research untuk membandingkan harga serta fasilitas yang ditawarkan.

2. Strategis
Salahs satu keunggulan hostel adalah dia nyempil di pusat kota atau daerah tujuan wisata sehingga tinggal turun tangga, keluar bangunan, jalan kaki dikit samapi deh.

3. Simple
Mungkin karena gedungnya rata rata berukuran kecil, proses check-in cepat dan berada di pusat kota, hidup rasanya jadi lebih simple euy. Atau ini hanya perasaan saya semata?

4. Great way to meet people
Nah bagi yang lagi pengen nyari travel-mate atau jodoh silahkan berbaur di Hostel. Biasanya hostel punya acara tur2 gratis / berbayar yang bisa dijadikan ajang ketemu sesama penghuni hostel juga. Kalau nggak tinggal turun aja ke lobby atau kepoin resepsionis, atau bisa main tenis meja sambil nongkrong di restorannya malam malam. Di satu kesempatan, sewaktu tim Indonesia lagi nginep di Noosa - Australia, kami sempat "manggung" di YHA hostel. Tiba tiba saja ada keinginan buat latihan dan sekalian aja undang orang orang buat liat. Hasilnya mereka antusias dan terpesona banget. Viva Indonesia!

YHA Hostel selalu di hati

Kalau saya pribadi sih tentu jika uang tidak jadi masalah saya tetap akan memilih menginap di hotel. Namun tetap ada pengecualian seperti berikut ini
a. Bepergian seorang diri terus tidak berani tidur di kamar hotel sendiri heheh
b. Lagi ngirit
c. Lokasi hostel dekat dengan tujuan
d. Lagi pengen aja.
 e. Diajakin temen (kalau rame dan bisa bareng dalam satu kamar malah asik yah, bisa nggak tidur ngobrol terus!)
f. Gratis!


Kalau kamu apa pertimbanganmu untuk menginap di hostel?

7 Lessons traveling teach me about relationship

Rabu, 26 November 2014 0 komentar


Being said, one of the keys to happiness is having a good relationship. Not only lovey-dovey relationship with boyfriend, but generally for people around us - family, relatives, best friends, just friends, even a stranger.

Meanwhile, one of my happiness comes from traveling. To feel my life is moving, to meet someone who later I call family, missing home, finding a new home, and seize the moment.

Just like any relationship, not all travel stories turn out into great memories. It sucks when I found out my flight cancelled due the snow storm while I had a convention to catch up next morning. I was devastated when my Dad was sick and I had to make a sudden change to return back home. But after the sh*t happened, I learned something. Something I might not realize until I travel.


Let's Travel, Let's be happy
I remember vividly, when my family went to road trip, It was a rush decision. My dad said it in the morning and within few hours, we embarked to the neighbor city only to find...Nothing. Yeah we didn't managed it well, only go to the certain place based on what my Dad heard, no research, no plan A plan B, no idea which way to take. Along the trip, my Mom felt uncomfortable being nowhere, in the middle of jungle and wanted to just go back home. My Dad persisted we're on our way. Me and my little sisters decided not to give any comment and just surrender followed by Dad whom also frustrated.

 In the end of the day, I learned something just like this quote :

"A journey is like marriage. The certain way to be wrong is to think you control it"
-John Steinback

But, hey life (traveling & relationship) always has its ups and downs. It is surely like dancing in the rain (storm, I might say). I experienced it, I learned from it. That's why I'm so in love with traveling, because whenever I'm on the road, I find a piece of life-lessons about relationship.

1. You can't make people happy if you're not happy.

Traveling : When you traveling, you are planning to have a good time. With or without travel-mates. Yeah, by being with them you are not alone, you have friends to share the hostel room with, you have someone take your picture, etc but they cannot bring out the happiness in you if you're always the one that has to surrender on where to go next.

Relationship : People said when you love someone, his/her happiness is yours too. Seeing the smile on their face is the payback for your efforts. But then you are forgetting that you also want and need to smile as well. I used to make everyone happy, so I can feel that I fit with them, I feel belong to the group. I follow them to do many things so I can claim I'm theirs. They are happy, I'm miserable. This will not end until you stop and asking yourself, what are you doing? What do you want? What makes you happy? For me, it’s just as simple as you can’t feed someone if you're starving.

2. You can't rely your happiness on others.

Traveling : You dream to go to Thailand. You made the itinerary with your friends. You saved up money like crazy. You booked the ticket and only to find out your travelmate cancelled it due to work. You scared out of hell thinking walking alone in the busy road of Bangkok. Sadly you cancelled the flight and live up thinking "What If" for the rest of your life.

Relationship : Don't ever think "I'll be happy if he changed." The reality is he would never changed. He might grow and become a better person, but it's also for the sake of himself. So why do you invest your happiness on him rather on yourself? Only you who can answer it.

3. Everything should be balance.

Traveling : Say, you treat your friend for lunch. One time, two times, or third times is fine. Maybe she or he is having a financial problem. The bottom line is this is not about how much money you spend on them, but the concept of taking and giving. If they couldn’t pay it with dollar, they can still offer it with nice gesture, a thank you card and a simply smile from heart.

Relationship : If you're the one who always say "Good Morning" first, forget it. If you're the one who always calls first, forget it. If you're the one that always say "I'm sorry" to make situation better, forget it. If you think you can always give something for your love one, you are wrong. This is not a healthy relationship.

4. Don't take something for granted.

Traveling : So from the points above, don’t take/give something for granted.

Relationship : So you see how difficult it is to find someone who is worth enough to keep, someone who is worth fighting for? If you happen to have one or some, lucky you. Treat them nicely, spend time with them, don't hesitate to let them know how much it means for you. For tomorrow, no one knows and you better cherish the moment.

4. Be present, content.

Traveling : You own the smartphone, not the vice versa. Don't be busy to take selfies to show off on your instagram and so you missed the chance to interact with the locals and at the end of the journey you don't know what it is all about.

Relationship : It is common nowadays to see a couple communicates more by social media rather than having a face to face conversation or when you have family gathering, everyone seems busy tweeting and you forget to ask how is your grandfather or grandma doing? You never know when it is the last time for you to see him or her again.

5. Stop comparing yourself with others.

Traveling : All you can afford is the 3D2N backpacking to Thailand. While your friend get an exclusive tour to Turkey. I know how it feels. Envy is a common thing but don't make it your best friend. The quality of the trip has nothing to do with destination.

Relationship : You wish your family not torturing you with the questions such as "When will you are ready to settle down?", and you wish everyone mindstheir own d*mn business and stops to generalize the standard of happiness.

6. Say No, when you mean it.

Traveling : You fed up with Mexican restaurant every time your travel mate point it out for lunch. You nodded but you are screaming inside you. Why dont you say No and give the reason while finding solutions or alternatives. I bet your travel mate wont be so stubborn and they can be open enough to try different cuisine.

Relationship : You say yes every time to make people happy? See this is gonna be like evil cycle (see again point no 1)

7. Yourself comes first.

I sound like a self-centered person, individualistic, you name it. But that is true. Repeat after me:Yourself comes first.

----

Did travel teach you something about relationship?

Kuliah di Amerika Serikat

Jumat, 21 November 2014 0 komentar

Tahun 2013, tercapai juga cita cita saya kuliah di Scottsdale Community College, Arizona berkat beasiswa CCIP. Walaupun cuma 2 semester tapi lumayan lah buat mengintip rasanya jadi anak kuliahan di sana. Ternyata kuliah di USA itu punya sistem berbeda dengan perkuliahan kita loh. Anak anak SMU yang udah lulus, biasanya masuk ke community college terlebih dahulu. Alasan utamanya untuk menghemat biaya. Dibanding langsung masuk University, biayanya bisa dihemat ama lebih dari 50% loh. Jadi biasanya mereka di community college ambil mata kuliah yang masih general seperti bahasa inggris, mtk, atau yang harus wajib agar nanti bisa ambil mata kuliah selanjutnya yang nantinya bisa ditransfer ke mata kuliah di Universitas tujuan mereka. Kira kira 2 tahun di community college, mereka tinggal lanjutin 2 tahun lagi ke university baru deh dapet S1 (Bachelor Degree). Sedangkan untuk community college sendiri kita hanya dapet Associate degree atau sekelas D1 D2 D3 di Indonesia kali yah (correct me if I'm wrong).

Sepanjang kuliah disana, saya bisa melihat banyak perbedaan antara sistem kuliah di Indonesia ama di community college di USA.

1. Kelas
Di USA terdapat tiga jenis kelas yakni, yang biasa (ketemu dosen di kelas), online (tidak ada pertemuan dengan dosen hanya melalui internet) dan juga hybrid, yang merupakan gabungan antara yang online dan biasa (hanya beberapa pertemuan dan sisanya online). Harga kelas online memang lebih murah dari yang biasa, tapi menurut saya belajar nggak melihat dan mengenal dosennya terasa kurang sekali. Seperti hanya belajar sendiri dengan membaca buku. Yeeee mendingan saya ke perpus deh. Kecuali beberapa alasan, tidak ada kelas biasa yang bisa diambil, jarak kampus jauh, disabilitas atau mau kuliah tapi kerja, nggak punya waktu baru deh ambil online / hybrid. Selain itu, kita bebas mengambil kelas yang tidak ada hubungan dengan jurusan kita. Saya baru nyadar bahwa yang mengambil kelas di community college ini mempunyai berbagai macam tujuan. Ada yang memang anak muda yang mau ngirit duit buat lanjutin ke universitas nantinya, ada profesional yang mau mengambil certificate dan ada juga yang untuk memperkaya diri saja. Untuk ruang kelas di USA juga menurut saya lebih lengkap daripada di Indonesia. Tersedia build-in proyektor, komputer, tempat charger, tong sampah, hingga pengerik pensil yang menempel di dinding. Saya lihat lihat mahasiswa sini gemar pake pensil loh..mungkin biar hemat bisa dihapus.

Jumlah siswa dalam kelas pun terbilang sedikit dan ini yang saya suka. Satu kelas saya pernah isinya cuma sekitar 10 orang saja. Paling banyak mungkin 30-an saja. Kan enak dosen pun bisa hapal nama kita.

Ruangan kelas di Scottsdale Community College

2. Teman sekelas
Sewaktu saya kuliah di Indonesia, saya cenderung memiliki teman yang itu-itu saja karena yah memang pilihan kelasnya jika mendaftar satu jurusan yah itu itu juga. Di USA, karena tidak ada pembatasan mengambil kelas apa dan juga pilihan kelasnya bervariasi, makanya saya bisa ketemu dengan banyak manusia.Misalnya teman saya di kelas bahasa inggris rata rata adalah teman dari berbagai pelosok dunia karena memang kelas itu wajib diambil bagi kami yang begitu lahir gak bisa ngomong "Mommy!". Kami suka curhat mengenai bagaimana beradaptasi di negeri paman sam dan enaknya saya tak perlu minder karena rata rata bahasa inggris anak indonesia tidak jelek dan aksen kita mudah dimengerti. Di kelas creative writing, rata rata saya punya teman asli orang AS dan mereka bukan mahasiswa belaka. Kebanyakan telah berusia matang dan bergelut di profesinya masing masing. Mereka mengambil kelas ini untuk hobi dan alasan pribadi. Ada seorang ibu yang berhutang menyelesaikan buku tentang anaknya, oleh karena itu dia mengambil kelas ini. Ada juga seorang kakek yang pake bantuan alat pendengar di kelas kami. Terkadang kami harus mengingatkan si dosen jika si kakek memiliki keterbatasan dan si dosen harus menggunakan semacam mik kecil di kemejanya agar si kakek bisa mendengar. Pertama saya pikir, duh udah tua kasian juga nih. Kenapa nggak di rumah aja urus cucu? Yeeee tapi ini kan bukan di Indonesia. Mana ada kakek - nenek yang tinggal sama cucu lagi di USA? yah mendingan ke kampus belajar dan beraktifitas bersama kami kali yah. Biarpun usianya sudah lanjut, dia tetap rajin bikin PR dan selalu aktif di grup. Dia bilang dia sungguh terharu dan senang bisa gabung kelas kami karena mendapat banyak pelajaran dan karena kami orangnya asik asik. Sayangnya di beberapa kelas terakhir dia harus Drop Out karena alasan kesehatan. Hiks!

Namun dibalik asiknya teman teman sekelas, saya akui saya tak punya teman yang benar benar dekat karena tidak seperti budaya di Indonesia yang habis kelas diskusi dulu tentang pelajaran lalu nyontek, kumpul di kantin atau bergosip. Kalau disini rata rata mahasiswa masih harus bekerja menghidupi diri mereka sendiri sehingga habis kelas yah cabut. Apalagi kalau saya ikutan kelas yang rata rata mahasiswanya orang tua atau pekerja.. kan nggak mungkin nongkrong ke mall bareng anaknya?

3. Kampus
Scottsdale Community Collage termasuk unik karena :
a. Satu satunya kampus yang berada di tanah suku Indian. Di Arizona kan senjata api termasuk legal kecuali di tanah suku indian. Jadi boleh dikata kampus kami selalu aman.
b. Kampus kami go green loh! Walaupun scottsdale tuh di gurun pasir, tapi kalo liat kampusku rasanya adem. Ada pohon dan kaktus, tempat recycle, isi ulang air minum, tempat olahraga dan lihat saja maskot kami bukan binatang tangguh tapi sayur yakni Arthichokes!

Beautiful Scottsdale Community College's campus
4. Fasilitas Kampus
Seperti kampus kampus di Indonesia, di USA mereka juga menyediakan klub, aktivitas buat para mahasiswa, acara acara seni,budaya dan olahraga. Kampus juga menyediakan wifi gratis, laboratorium, perpustakaan (sayangnya selama setahun sedang dalam renovasi),kantin, toko buku dan alat penunjang lainnya. Yang membedakan adalah tersedianya writing centre yang berfungsi untuk membantu kita mengoreksi bahasa inggris serta hal hal terkait tulisan kita. Fasilitas gratis ini adalah andalan saya tiap kali mau ngumpuli PR, mesti cek dulu kesini biar grammarku yang kacau balau ssedikit tertata. Kenapa hanya saya katakan sedikit tertata? karena setelah saya cek dan saya benerin, begitu ngumpul PR lagi si dosennya malah membenarkan bahasa inggris saya lagi. Hm apakah bahasa inggris itu grammarnya juga subjektif?
Ohya, writing centre ini sistemnya kita bikin janji (max 30 menit) dengan salah satu pengajar, lalu nanti kita bertemu one-on-one dan kita kasih liat PR kita lalu nanti dia lihat mana yang salah. Jadi saya pun bisa tanya kenapa salah dan nanti dijelasin. Sistem ini sangat membantu sekali loh. Nggak juga international student yang langganan pengguna fasilitas ini, tapi ada juga kok mahasiswa USA yang bolak balik ke sini.

5. Dosen
Seperti di Indonesia, dosen ada yang baik ada yang nyebelin. Kalau pintar mengambil hati, syukur-syukur nilainya lebih bagus. This is so true! yah walau bule, namanya juga manusia kawan. Walaupun gitu, pilih kasih mereka tetap nggak terlalu timpang dan masih dalam lingkup profesional. Buat yang pengen tahu mau milih kelas di mana dan dengan siapa, nih ada referensi yang biasa mereka pakai unutk mengetahui dosennya galak apa nggak.

Beda dosen, beda cara ngabsen. Ada yang gak peduli kamu datang / telat, ada juga yang peduli. Nilai absen ini tentunya bisa mempengaruhi nilai dan pendangan dosen terhadapmu loh, jadi berusahalah disiplin. Untuk pengambilan nilai dan cara mengajar, sepertinya dosen diberikan kewenangan sepenuhnya. Dosen favorit saya selalu dari Creative Writing class. yah karena mereka mengajar dengan cara yang asik dan tak kaku. Misalnya, terkadang kami diminta untuk mencari ide cerita di luar kelas. Lalu saya pun melipir ke bangku taman dan berbaring sambil memandangi bintang. Damai!

Rata rata dosen pun sangat ramah dan terbuka mengenai kehidupan pribadinya. Sepertinya dia memang tak ingin menjaga jarak antara dengan mahasiswa. Untuk nilai, ada juga yang santai, misalnya asal ngumpulin tugas aja, dapet A. Tapi ada juga yang ketat soal nilai, sekali lagi tergantung ama dosen. Biasanya di hari pertama, dosen membagikan selembar kertas yang berisi penjelasan apa yang akan dipelajari, cara dapet A gimana, email si dosen dan garis besar tentang kelas. Jadi dari pertama aja sebenarnya udah bisa dilihat kelas ini worthy atau tidak, karena ternyata sistemnya bisa loh cancel mengambil suatu kelas dan uang dibalikin. Asik yah!

6. Sistem Pembelajaran
Sistem pembelajaran yang saya rasakan paling berbeda. Kalau kuliah dulu, terasa banget budaya mencatat-mendengarkan apa yang dosen bilang. Kalau di sini, saya punya satu buku tipis yang berfungsi untuk semua kelas saya selama satu tahun...dan nggak habis dipakai. Kebanyakan materi yang disampaikan dalam bentuk presentasi yang nanti bisa dishare di sistem kampus. Kecuali memang ada catatan pribadi yang dirasa penting, saya baru catat. Lalu dikelas pun lebih ditekankan untuk kita aktif. Aktif bertanya dan menjawab. Ada nilai plusnya loh. Biar disenangi dosen, biar ketahuan kita ngerti apa nggak dan biar dosen tahu kita nggak tidur :p

Menjadi mahasiswa internasional itu enaknya, kita selalu bisa memberikan perspektif yang baru pada mereka sehingga penting sekali nih kita sebagai "duta bangsa" meluruskan info info terkait negara kita misalnya seputar terorisme, korupsi dan hal negatif yang biasanya itu yang tersiar ampe USA.

Di kampus saya, kami menggunakan CANVAS, semacam sistem integrated yang bisa untuk lihat nilai, kumpul pr dan inbox-an ma dosen. Sakral banget deh.

7. Libur semester
Kalau di Indonesia sistemnya semesteran, di USA pakai quarteran jadi kalau dihitung yah cuma 3 bulan aja. Ada Winter, Spring, Summer, Fall. Sisanya libur. Saatnya jalan-jalan!

Belajar dari dunia luar melalui Traveling

8. Beasiswa
Ada juga loh beasiswa, biasanya terbagi atas dua. Berdasarkan kemampuan akademik ato kemampuan finansial. Infonya mudah didapatkan juga di kampus. Kalau untuk anak USA sih biasanya mereka nggak bayar dulu tapi ngutang ama pemerintahnya dan dibayar setelah bekerja kecuali yang punya duit.

9. Asiknya jadi mahasiswa International
Ini sama aja kayak di Indonesia, kalau ada mahasiswa dari negeri asing ntah itu Pakistan atau Cuba pasti kita penasaran dong. Begitu juga begitu mereka tahu kita dari Indonesia. Secara letaknya aja mereka kurang paham dimana. Kadang sampe saya bisa gondok kayak begini.

Tapi saya berusaha memahami, toh sebelum ke USA saya nggak tahu ada negara Ghana di Afrika. Denger juga kagak hehehe

Selain itu, karena keeksotisan kita, saya dan teman teman Internasional lainnya bisa jadi artis dalam acara International Education Week atau yang mengangkat budaya budaya gitu.

Mempromosikan diri sendiri dan Indonesia

Tapi pada akhirnya, saya pikir kuliah dimana saja sebenarnya sama, asal ada niat untuk belajar, nggak bolos, rajin dan memanfaatkan kesempatan / fasilitas yang ada, maka niscaya akan berhasil. Buktinya, anak anak yang kuliahnya di Indonesia tetap bisa kan menorehkan prestasi keren di kancah internasional. Ya nggak?

Ada tambahan yang lain lagi teman?

Little Venice in Los Angeles

Rabu, 12 November 2014 0 komentar

Di Los Angeles, Ada sebuah area yang terletak di sebelah barat yang bernama Venice. Awalnya daerah yang dekat pantai Venice ini adalah kawasan perumahan warga yang dikenal sebagai "Venice of America" .

Penemunya adalah Abbot Kinney, seorang jutawan rokok yang kini namanya dikenang sebagai nama jalan di sana. Di venice ini, turis dan masyarakat bersileweran memadati jalan jalan di sekitar broadwalknya yang ramai oleh atraksi jalanan dan toko toko. Jika musim panas, banyak tuh yang lagi memanggang tubuhnya di pantai Venice ato sedang belajar surfing.

Nah tak jauh dari sana, ada atraksi wisata lainnya yakni Venice Canal. Canal ini sih cuma buatan manusia dan memang mungkin dibuat mengikuti konsep di Italia walaupun tanpa gondola dan pria Italia yang sexy.


Venice Canal

Venice Canal
Yang menarik buat saya sih bukan canalnya, tapi justru rumah rumah disampingnya. Tahu sendiri kan kalau rumah di USA itu rata rata bentuknya itu-itu aja karena mereka tinggal di perumahan atau condo. Nah di sini ini baru saya bisa liat kreativitas mereka bikin rumah. Ada yang tabrak warna, ada juga sih yang sampai gak keurus walaupun jarang, dan tak jarang banyak yang desainnya futuristik gitu. Harganya juga termasuk mahal loh kalau di sini. Hm...pastinya orang kaya yang tinggal di sini yah secara banyak kapal kapal kecilnya parkir canal depan rumah. Asik yah!





Photographed by my awesome host-dad : Jean-Michel Bosch :)

Tempoyak di RM Bu Salma Jambi

Sabtu, 08 November 2014 0 komentar

Sebagai orang jambi, saya tidak berminat sekalipun mencicipi makanan khas jambi yakni tempoyak. Miris yah. Habisnya tempoyak itu kan durian yang dibusukin (baca: difermentasi). Yang durian metong aja nggak doyan, apalagi yang busuk busuk? Cukuplah mpek mpek sebagai makanan khas jambi yang saya klaim.

Hingga suat saat datanglah "tamu" dari Bengkulu yang doyannya makan. Lalu mintanya makanan khas pula! Sebagai tuan rumah saya jadi malu mengakui saya tidak pernah memakannya dan juga tidak tahu harus merekomendasikannya kemana. Untung ada teman saya yang memberitahukan tempat yang cocok yakni Rm. Bu Salma. Ketika kami datang untuk makan siang, sudah tampak beberapa pelanggan yang menikmati santap siangnya. Karena berada di telanaipura, tidak heran jika kebanyakan pengunjung adalah para Pegawai Negeri. Mereka nampak sangat menikmati makanan, bahkan makan pakai tangan juga.

Duh, saya jadi aji mumpung dan penasaran ingin mencoba juga. Bagi yang tidak ingin mencoba makanan khas jambi, tidak apa apa juga karena masih banyak menu lainnya seperti sop ayam atau ikan bakar, tentunya sama sama dengan harga terjangkau.

Berikut daftar menu yang kami habiskan:
1. Tempoyak Ikan Toman Rp. 17.000
2. Teri Cabe Ijo Rp. 10.000
3. Cah Kangkung Rp. 10.000
4. 1 Nasi Rp.6.000 (nasinya mahal yah?)
5. Es Jeruk Rp. 6.000

Walaupun biasanya campuran tempoyak itu ikan patin, tapi kami mencoba ikan toman. Rasanya tetap enak, gurih dan tidak berbau amis. Apalagi kuahnya jika dicampur dengan sambal caluk (sambal khas jambi dengan terasi) saja sudah bikin pengen nambah lagi. Ketakutan saya akan bau durian justru tidak terbukti. Mungkin karena kuahnya tidak begitu kental sehingga bau ala duriannya tidak terlalu menyengat. Saat makan ini, saya malah berasa sedang makan sup ikan hehehe

Tempoyak, sambal teri dan sambal caluk Bu Salma

Bagi yang penasaran, silahkan di coba yah. RM bu salma ini dari pinggir jalan pun kelihatan apalagi modelnya rumah makan warung sederhana namun kesemuanya memuaskan. Makasih Bu Salma!

Info RM. Bu Salma (Telp : 0741 62691)
Di depannya kantor Telkomsel Telanaipura - Jambi

Historic Route 66, USA

Senin, 03 November 2014 0 komentar

Sejujurnya, makna perjalanan itu kan perpindahan dari satu tempat ke tempat lain. Jadi bukan hanya mengincar tempat tujuan tapi juga menikmati setiap proses hingga sampailah kita ke tempat tujuan. Tetapi zaman sekarang biar cepet dan praktis, orang orang cenderung naik pesawat terbang. Saya juga tidak munafik dengan kenyataan tersebut, tetapi jika punya waktu, uang dan tenaga yang cukup kenapa tidak? Wong masih sehat dan jika road tripnya aman, maka hendaklah dicoba.

Selama di USA, beberapa kali saya melakukan road trip yakni dari Arizona ke San Diego, Los Angelas dan ke New Mexico dan juga dari Washington DC ke Pennsylvania dan New York. Walaupun berasa banget pantat jadi tepos, saya juga mendapat hikmah lebih yakni bisa melihat struktur alam yang perlahan lahan berubah ketika memasuki daerah lain. Pastinya saya belajar lebih banyak karena melihat lebih banyak. Sesuatu yang tak bakal saya dapatkan dengan naik pesawat terbang.

Big Fan of Road Trip
Salah satu road trip yang sangat saya ingat adalah road trip bersama host familyku yang melewati Route 66.

Route 66 disebut juga Mother road ini merupakan jalanan bersejarah karena dipakai ketika adanya transmigrasi besar besaran di tahun 1930-an ke wilayah Barat USA. Tidak heran route ini menjadi penyambung daerah timur ke ujungnya lagi. Panjangnya pun bukan main 4000km, dari Chicago hingga ke Santa Monica - California. Kurang lebih seperti dari Papua ke Padang lah kali yah. Imbasnya, jalan ini pun dulunya dapat menghidupkan ekonomi bagi daerah daerah yang dilewati.

Walaupun saat ini, route ini tidak terpampang lagi di map yang modern dan sudah tidak seramai dulu lagi, tidak ada salahnya saya dan host familyku menapak tilas jejak yang ada. Kami memulai perjalanan dari Scottsdale, Arizona ---------> Santa Fe, New Mexico.

Route 66 Souvenir

Berangkat pada pagi hari, kami baru tiba di keesokan sorenya dengan menginap semalam di Navajo Nation. Itu sengaja karena ingin menyambangi tempat tempat iconic yang tersebar di sekitar Route 66 seperti :  

1. Navajo Nation
Sebagaimana sejarah mengatakan bahwa suku asli amerika adalah orang Indian. Di USA, orang indian memiliki suatu wilayah khusus miliknya sendiri yang dikenal sebagai Indian Reservation. Di Arizona, terdapat Indian Reservation terbesar yang memiliki wilayah sebesar 65.000 kilometer persegi yang kalau diukur sama besarnya dengan West Virginia yang bernama Navajo Nation. Saking besarnya wilayah Navajo Nation yang berkedudukan di utara Arizona ini juga meliputi Utah dan New Mexico. Dari scottsdale, kami membutuhkan waktu 6 jam untuk sampai di Navajo Nation. Begitu tiba di kotanya, tampaklah banyak patung dinosaurus di sisi jalan karena katanya dulu pernah ditemukan fosil dinosaurus di sini. Kawasan Navajo Nation dengan landscape khas guru ini terbilang unik sehingga telah banyak difilmkan untuk setting film film koboi zaman dahulu.

Navajo Nation
2. Hubbell Trading Post
Sebagai penduduk pertama yang mendiami Amerika Serikat, suku Indian menjalani kehidupannya dengan caranya sendiri yakni salah satunya adalah melakukan barter untuk memenuhi kebutuhan sehari hari sebelum adanya pengaruh dari luar serta diberlakukannya dolar di Amerika Serikat.

Untuk melakukan barter, suku Indian melakukannya di suatu tempat yang disebut Trading Post. Mereka membawa barang yang hendak ditukarkan dan menukarkannya dengan sesuatu yang tersedia di Trading Post.

Salah satu trading post yang terkenal terletak di Navajo Nation, Arizona yang bernama Hubbell Trading Post. Trading Post ini masih berfungsi sebagai tempat barter hingga sekarang. Tentunya yang bisa barter pun hanya suku Indian tersebut. Bagi kita para wisatawan, dapat membeli barang barang suku Indian maupun kebutuhan sehari hari di toko dalam kawasan Hubbell Trading Post ini.

Di toko ini dapat ditemukan barang barang yang bisa dibilang antik bagi masyarakat Amerika Serikat seperti koran khusus Navajo Nation, karung tepung, kaleng besi air minum, mesin kasir lama, dan barang barang kebutuhan rumah tangga yang sepertinya datang dari beberapa ratus tahun yang lalu. Bahkan transaski jual belinya pun masih menggunakan nota. Berasa belanja di toko papa saya di Jambi!

Selain itu, bagi yang mencari oleh oleh khas suku Indian, tidak perlu ragu membelinya disini karena terjamin keasliannya. Jika anda punya banyak waktu, bercakap cakap ria dengan penjaga tokonya pun menyenangkan sambil mendengarkan gosip lokal Navajo Nation.

Hubbell Trading Post

3. El Rancho hotel
Tadi saya bilang kan di Navajo Nation sering dijadikan lokasi syuting untuk film koboi dulu? Nah selama syuting kan para bintang film itu butuh tempat menginap. Salah satu hotel yang dengan bangganya telah ditiduri aktris/aktor zaman dulu adalah El Rancho. Disini dipajanglah foto foto aktris/aktor tersebut. Kami tidak menginap di sini hanya numpang makan malam di restoran Meksikonya karena kesulitan mendapatkan restoran sehat di Navajo Nation. Rata rata di Navajo Nation cuma ada restoran cepat saji.



4. Acoma Pueblo
Acoma Pueblo
Acoma berasal dari bahasa spanyol yang berarti "the place that always was" yang bagi mereka adalah sebuah tempat dimana disana lah seharusnya mereka tinggal. Pueblo adalah salah satu suku Indian. Jadi bagi suku Pueblo, Acoma Pueblo yang disebut juga sebagai sky city, adalah rumah bagi mereka meskipun di atas ini tidak terdapat listrik, sinyal Hp maupun air. Bahkan WC pun masih berada di luar ruangan. Acoma Pueblo terletak di Gallup, New Mexico USA di salah satu mesa. Mesa dalam bahasa spanyol berarti meja yang jika kita intrepertasikan dalam bahasa orang sini adalah sebuah dataran tinggi yang diatasnya rata dan umumnya terbuat dari batu batu raksasa. Mesa dapat dengan mudah dijumpai di Southwest USA. Sejauh yang saya ingat saya belum pernah melihat mesa di negara lain, termasuk Indonesia.

Sang Penjual menunggui dagangannya di Acoma Pueblo
Acoma Pueblo ini tingginya 112 meter dari tanah dan memiliki luas kira kira 431,664 acres serta dinobatkan sebagai desa tertua yang hingga kini masih dihuni di USA. Untuk mengunjunginya, kita harus menggunakan tur yang tersedia dan nanti diantarkan hingga ke atas mesa dengan mobil. Di atas sini, cuaca dingin dan kering. Orang pueblo yang menyambut kami pun sangat ramah dan mereka menjual barang barang kerajinan mereka asli di depan rumah. Harganya terbilang murah sekali dibanding harga di pasaran. Contohnya saya membeli kalung seharga $5 lengkap dengan nama si pembuat di balik kalung. Selain itu, suasana terasa aman dan bersahabat. Tidak pernah sekalipun mereka meminta minta kepada turis atau melakukan scam. Jika pun kami hanya lihat lihat, mereka juga sangat ramah melayani. Sang fuide pun mengatakan dengan sopan jika ia berharap ada tip, tapi kalau tidak dikasih juga tidak masalah. Selesai tur, saya dan host familyku tidak ikut balik menggunakan mobil tur melainkan mencoba seperti orang dulu yang jika ingin bercocok tanam harus ke bawah dengan jalan kaki menapaki bebatuan yang curam.Salah salah nyungsep nih!

Turun dari Acoma Pueblo
5. Continental Divide
Jadi kan benua amerika ini di sebelah baratnya samudra pasific, sebelah kirinya samudra atlantic.Nah continental divide ini sebagai garis penanda bahwa disini (New Mexico,red) adalah tempat yang cukup tinggi (kurang lebih 2218m) sehingga karena ketinggiannya membagi jalur air yang berada di barat, akan mengalir dan bermuara ke pasific, sedangkan di sebelah kirinya akan terus mengalir hingga ke atlantic sana. Garis continental Divide ini panjang loh hingga sampai ke ujung Amerika selatan sana. Kebetulan saja kami melewatkan salah satu continental divide, jadi yuk foto!


6. Ten Thousand Waves
Setelah jalan jalan blusukan liat budaya suku indian dan amerika, senang sekali rasanya ketika saya menemukan suatu tempat yang tak begitu asing lagi, yakni penginapan, spa dan restoran jepang di santa fe yakni Ten Thousand Waves. Kami sih nggak mencoba nginap dan spa, tapi sempat makan di sana dan uenak poll setelah bosan dengan tortillas dan american breakfast hehe. Cuma yah namanya masakan jepang , udah seucrit, mahal pula. Hiks!

Restoran yang bernama izanami ini di desain memang ala jepang banget dengan desain bangunan khas rumah lama jepang, lalu kita juga bisa memilih duduk lesehan ala jepang dan yang lebih indahnya toiletnya ala jepang gitu, dengan penghangat pantat untuk dudukan toiletnya. Aih tau banget di luar lagi bersalju!

Ten Thousand Waves - Izanami Restaurant
7. Belajar Ski di Santa Fe, New Mexico
Akhirnya tibalah juga kami di tempat tujuan. Road trip kami ke Santa Fe memang punya satu tujuan khusus yakni mau main ski. Saya pun ketiban rezeki hadiah natalku yakni paket belajar ski bagi pemula. Selengkapnya liat di sini yah.




Wah, rupanya setelah saya tulis, banyak juga yah obyek wisata anti-mainstream yang ada di sepanjang route 66 padahal baru lintas 2 state yang bertetangga. Aih saya jadi pingin melanjutkan sisanya nih dari ujung ke ujung!

See You Next Time Route 66

 
Wisata © 2011 | Designed by Interline Cruises, in collaboration with Interline Discounts, Travel Tips and Movie Tickets