Jatiluwih adalah kawasan persawahan yang menggunakan metode khas untuk menanam padi khas dari Bali atau yang lebih dikenal dengan Subak. Metode ini bahkan telah ditetapkan masuk ke dalam salah satu UNESCO World Heritage list pada tanggal 6 Juli 2012 karena keunikannya. Jelas saja. Hayo coba pikir gimana caranya mengairi berhektar hektar sawah dengan air yang memadai namun biar bisa padinya subur? Jawabnya saya tidak tahu. Mungkin hanya orang Bali saja yang tahu. Nah di sinilah kehebatannya. Katanya setiap desa ini mereka memiliki semacam organisasi dimana para petani diajarkan kapan harus membuka / tutup air sehingga semua sawah mendapat giliran dan semua dapat menanam dengan riang gembira.
Sebagai bukti, lihat saja sawah mereka yang bak permadani hijau yang menutupi perbukitan di area Tabanan - Bali ini. Jatiluwih yang terdiri 5 kawasan persawahan dengan luas hampir 20 hektar ini bagaikan permadani alami dari alam. Untuk menuju ke "surga ini", dari Ubud saya memakan waktu kurang lebih 2 jam. Cukup jauh apalagi dengan beberapa jalan kecil, berliku dan tidak mulus. Namun pemandangan yang sebentar lagi akan tersuguhkan nantinya adalah penyemangat saya.
Saat itu saya datang setelah habis hujan sehingga awan gelap masih menggantung dan suasana lumayan adem menggigit dan kelabu. Saya sempat berhenti di sebuah lahan kosong kecil untuk melihat pemandangan sekitar karena kalau berhenti tengah jalan tidak etislah bikin macet cuy!
View Point Jatiluwih Bali
Nah setelah melihat sekilas, tentu saya makin penasaran pengen langsung lompat main lumpur ke sawahnya. Dari View Point ini cukup mengikuti jalan raya lurus, nanti akan bertemu sebuah pos dimana di sanalah titik mulai bagi yang ingin tracking dan bisa melihat langsung sawah-sawah subak ini. Ada jalur trekking yakni satu yang susah karena mengitari semua kawasan mungkin sekitar 1,5 jam-an dan yang berikut yang saya saranin yakni rutenya setengah lebih pendek karena di tengah-tengah akan ada jalur untuk turun ke sawah dan memotong untuk naik ke pinggir jalan, tepat di pinggir jalan dimana terdapat UNESCO monument.
Masuk untuk mulai trekking
Trekking rute jalur kedua yang pendek
Sepanjang perjalanan bakal keringetan nih secara lembab pula ditambah karena daerah persawahan pasti becek, ada bau bau kotoran hewan, dll jadi siapkan pakaian buat kotor dan sepatu yah. Rutenya tidak susah bagi yang doyan jalan palingan cuma sekitar 30 menit saja. Karena saya cuma pake sandal jepit dan licin, saya membatalkan niat untuk tracking :/
Mungkin nanti deh. Untuk sementara saya puas kok bisa mampir ke sini dan melihat pemandangan adem kayak gini. Apalagi sewaktu berjalan-jalan entah kenapa saya jadi teringat gambar pemandangan pas TK/SD dulu. Dua gunung. Sawah-sawah. Ada yang merasa juga gak? Atau ini hanya fantasi saya belaka?
Kayak gambar TK/SD dulu yah. Dua gunung dan sawah sawah
View Trekking
Cepet tumbuh yah padi
Di sekitar Jatiluwih juga ada beberapa homestay dan cafe tepat di depan Jatiluwih. Ngejual banget deh viewnya. Berminat?
Sudah berkali kali mengunjungi kota Bandung, sejujurnya saya sendiri belum sempat terlalu keliling-keliling di kotanya. Palingan sambil lewat aja kalau ke suatu tempat. Atau biasanya ke bandung pun mainnya ke luar Bandung karena kalau di kota (terutama weekend) suka macet. Namun sekarang sudah ada solusi menyenangkan nih buat keliling bandung (meski macet) dan dijamin gak bakalan BT yaitu coba aja naik Street Gourmet.
Bus Street Gourmet Hitam nan berkelas
Street Gourmet merupakan bus kuliner pertama di Indonesia yang di dalamnya menyediakan 8 meja dimana terdapat 4 meja berkapasitas 4 tempat duduk dan 4 meja dengan 2 tempat duduk sehingga total dapat menampung 24 orang. Total bus ini depannya saja yang dipake buat penumpang sisa setengahnya di belakang dijadikan dapur.
Jauh-jauh hari saya sudah mem-booking Street Gourmet pada hari sabtu jam 3 sore. Saya pun datang lebih pagi ke Mister Komot cafe yang sepertinya satu owner dan di situlah starting pointnya. Sebelum naik kita dapat memilih menu makanan yang diinginkan terlebih dahulu. Mereka menyediakan 3 set menu yang terdiri dari appetizer, soup, main course dan dessert dengan 3 pilihan makanan yakni 2 Western dan Indonesia. Saya sudah pasti memilih set menu Indonesia dong #perutkampung
Setelah mendekati jam 3 saya dan tamu lainnya dipersilahkan ke bus hitam yang sudah parkir dari tadi di depan cafe. Rupanya tempat duduk sudah disiapkan oleh mereka. Karena saya hanya sendiri #jomblo saya pun kebagian duduk di meja untuk dua orang sedangkan yang keluarga duduk di meja berempat. Tapi ada juga sih yang pasangan dapet di meja berempat.
Kesan yang pertama didapat adalah "wah mewah banget bus ini." Lantainya dikasih karpet merah dan tempat duduknya empuk banget. Selain itu, bus ini kekinian banget dengan menyediakan colokan listrik di bawah meja sayangnya belum ada Wifi aja :p
Tepat jam 3 bus pun mulai jalan dan para penumpang langsung dipandu dengan berbagai cerita seputar kota Bandung manakala bus melewati beberapa tempat iconic Kota Bandung seperti Gedung Sate, Kantor Walikota, Dago, Alun-Alun, Jalan Braga dan lain-lain. Selama di jalan, saya lihat masih banyak yang belum begitu ngeh tentang bus ini karena tatapan mereka agak-agak bingung gitu. Apalagi karena kacanya transparan maka yang di jalan pun dapat melihat ke dalam bus dan mereka terheran heran melihat kita lagi makan dengan garpu dan minum dari gelas kaca. Iih berasa artis deh diliatin. Gak jarang ada anak-anak yang melambai-lambaikan tangan juga :)
Bus Street Gourmet
Pemandu di Street Gourmet dan layar TV yang bisa dipake Karaoke
Tanpa perlu menunggu, sambil melihat-lihat ke jalan, mbak-mbak pramusaji pun mulai menghidangkan makanan satu persatu yakni semangkok pempek palembang dengan cuko dan timun. Maknyoss! Sebelumnya kami juga telah diminta menggunakan apron biar baju gak kotor jika terkena makanan. Untuk tempat gelas udah dipersiapkan tempat khusus jadi gak bakal tumpah selama di jalan. Tapi sebenarnya tak perlu khawatir karena selama perjalanan bus akan melaju pelan sekitar 30 km/jam sehingga kita dapat menikmati makanan dengan santai.
Appetizer - Mpek Mpek Maknyoss
Gedung sate dari bus
Menu berikutnya yang keluar adalah sup daging yang segar untuk menemani perjalanan dalam bus AC ini. Yang paling ditunggu-tunggu adalah tentunya main course yaitu paket nasi remes dengan ayam, telur, tempe orek, sambal dan kerupuk. Walaupun bagi saya ayamnya cenderung kurang rasa, tapi overall makanannya saya suka terutama mpek-mpek karena kebetulan saya juga lagi ngidam itu. Yang berikutnya saya suka yaitu jus buah naganya yang segar dan dessertnya yang kecil tapi sesuai porsi. Saya sempat melirik ke meja sebelah menu western nya kurang lebih terdiri dari pasta atau steak gitu deh. Porsinya cukup jumbo untuk seorang aja. Terutama kalau bawa anak-anak kan tidak ada kids menu terpaksa si orang tuanya yang akan bantu menghabiskan. Dijamin kenyang deh! Malah keasikan makan jadi lupa menyimak info dari guide dan lihat ke jalan.
Set menu Indonesia
Sup di Street Gourmet
Fine Dining di Street Gourmet
Dessert Street Gourmet. Yummy!
Setelah dijamu dengan baik hampir sekitar 2 jam lamanya (tergantung traffic), akhirnya bus pun kembali ke Mister Komot Cafe dan perjalanan ini pun berakhir. Hemat waktu banget nih! Sambil belajar beraneka info tentang Bandung, perut juga terus diisi. Happy!
Untuk yang tertarik mengikuti bus kuliner ini, jangan lupa mem-booking terlebih dahulu biar tidak kehabisan tempat.Don’t miss the chance to explore Bandung city while dine in!
Tips : 1. Ke WC dulu sebelum jalan karena tidak tersedia WC di dalam bus. 2. Sepanjang perjalanan, penumpang dilarang berdiri apalagi berjalan-jalan di bus. Selain karena cuma bisa dilalui satu orang, hal ini akan menghambat si pramusaji yang sedang melayani kita. Jika butuh untuk difoto (pastinya!) bisa minta tolong guide atau pramusaji. 3. Tidak disarankan membawa anak yang terlalu kecil yang belum bisa duduk manis karena tentunya bakal menggangu penumpang yang lain juga jika anaknya nanggis / lari lari dalam bus. 4. Tak jarang bus ini dapat digunakan untuk acara-acara seperti reunian, grup, atau bagi yang mau proposed pacarnya. monggo loh!
**
Harga: Dewasa : Rp. 173.250 || Anak-anak : Rp.115.500
Jadwal : Setiap hari 09.00-12.00 & 15.00-18.00 WIB
Alamat : Jl. Cilaki no. 45 Bandung (Mister Komot Cafe)
Begitu motto yang diangkat oleh The Sanctoo Villa. Awal mulanya saya melihat postingan teman saya terkait villa ini. Di situlah saya jatuh hati. Villa dengan dominan warna coklat ini tampak begitu photogenic di Instagram.
Barulah ketika saya berkunjung ke Bali, saya berkesempatan untuk tinggal 3 hari 2 malam di sini. Ketika tiba saya sudah dimanja dengan kemewahannya yakni dijemput khusus dengan mobil villa yang tak lain adalah Toyota Alphard. Wiihh! Mana saya sendiri pula. Di dalam mobil sudah tersedia mineral water dan soft drink serta handuk dingin untuk menyeka keringat dari teriknya Bali. Perjalanan sekitar 1 jam menuju villa pun menjadi tidak berasa dengan duduk di kursi empuk mobil ini :)
Tiba tiba udah nyampe di lobby
Sampai di Villa, proses check-in berjalan mulus banget. Tanpa perlu pake KTP lagi, seorang staffnya langsung mengantarkan saya menuju villa saya di no 1. Si mbak-mbaknya kemudian menjelaskan secara umum tentang villa lalu pamit diri meninggalkan saya yang masih terpesona dengan villanya yang benar-benar luas dan sekelas hotel bintang lima ini.
Saya mendapat villa dengan tipe Garden View. Villa seluas 300sqm ini terdiri dari ruang tidur di tengah, bathroom di sisinya lalu ada ruang wardrobe, vanity dan mini bar yang nyempil di belakang kasur dan lokasinya yang nyempil dan tersembunyi terlihat seperti ruang terpisah sehingga bisa letakin semua barang di sana sehingga kalau foto2 keliatannya kamar gak berantakan dan tetep rapi.
Kamar Tidur The Sanctoo Villa
View dari kasur bikin tak mau beranjak lagi
Saya juga seneng banget sewaktu melihat ada kartu ucapan selamat datang yang ditulis tangan oleh GMnya. Biasanya kan diketik komputer, tapi kalo tulis tangan kan butuh usaha ekstra. Selain itu, tepat di atas kasur ada satu buah kotak hitam berupa sarung hijau Bali lagi sebagai surprise. Pas ngecek-ngecek kamar terus ketemu lagi sandal hotel dari jerami, tas jerami sampai kipas jadul dari jerami gitu. Ih lucu banget, langsung deh dimasukin ke koper.
Dapet kartu ucapan selamat datang dan hadiah :)
Sambil minum welcome drink dan ngemil buah-buahan yang tersedia di kamar, saya pun ngecek bathroomnya di sisi kanan tempat tidur. Gede banget hampir seukuran ruang tempat tidur. Di tengah ada bathub gede, lalu kursi santai dengan aneka majalah yang diletakin di sudut. Belum lagi seluruh ruangan ini menggunakan marmer dan dikelilingi cermin bisa buat narsis terus. Kalau begini saya bisa seharian di toilet nih.
Kamar Mandinya bikin selalu pengen ngaca
Mandi kembang dulu
Hari pertama akhirnya saya habiskan hanya untuk leha-leha dan dinner di restorannya. Esoknya ketika bangun pagi, dari kasur udah bisa liat pemandangan hijau dari balik villa. Maklum seluruh villa menggunakan kaca jadi kalau malas keluar tapi pengen liat view keren, tinggal geser gorden aja. Karena saya terlalu pemalas, dari malam sebelumnya saya sudah memesan breakfast agar diantar ke villa dan dengan baik hati staffnya men-setup breakfast saya di gazebo di depan pool.
Pemandangan pagi hari
Breakfast yuk
Karena ketagihan dimanjain gitu, Lunch pun saya tetep maunya makan dalam villa aja. Dasar manja! Salah satu highlight Lunchnya yang saya suka adalah sambal udang (gede) pake pete. OMG!
Lunch sambil ngadem dalam villa
Padahal dinner di Restorannya juga asik
Hari kedua, saya memaksakan diri keluar dari kenyamanan villa ini dan jalan-jalan ke sebelah yakni Bali Zoo. Di sana saya berkesempatan keliling kebun binatang, selfie sama mereka, lalu mencoba naik gajah. Sempat sih cemas karena katanya itu kan salah satu bentuk penyiksaan kepada binatang tapi perlu diklarifikasi, si pawang mengatakan itu tergantung dari kacamata yang melihat. Yang perlu diketahui juga bahwa binatang2 di sini tidak ada yang dipaksa kerja rodi. Jika sudah lelah, mereka akan dibiarkan nyantai dan istirahat sehingga semua masih dalam porsinya. ok Baiklah!
Saya menaiki Adele, gajah betina yang terkenal paling lambat kalo jalan. Meski memang jalannya pelan banget tapi ketika jalan menurun agak-agak ngeri juga loh karena jadi miring. Treknya juga hanya sebentar, paling setengah jam saja. Karena sudah saya tunggangi, saya pun berani deket-deketin si Adele buat diajak foto. Cheers!
Hello - Adele
Siangnya, saya makan di restoran Bali Zoo dimana saya bisa melihat gajah lewat yang sedang minum air di kolam atau membasuh dirinya biar tidak kepanasan. Selain itu, bisa juga ngantri berfoto ama buaya, bayi harimau dan orang utan bagi yang berminat.
Itu Adele bukan yah?
Setelah meng-explore Bali Zoo, saya balik lagi ke Villa, diantar-jemput pake buggy dan langsung ke Spa!! Lumayan banget nih habis pegel-pegel dan keringatan saya langsung memilih paket Javanese Lulur Massage selama 90 menit. Pijitan asoy mbaknya beserta ruang kayu terbuka dengan view air sungai Ayung bikin saya lelap Zzzzzzz...... hingga akhirnya dibangunin buat mandi kembang di bathtubnya sambil minum teh jahe. Slurrp!
Spa Treatment at The Sanctoo Villa
Hidup tetiba jadi indah banget kalo tinggal lama-lama di sini. Gak sia-sia namanya Sanctoo (artinya private atau sacred place). Villanya yang hanya 12 buah membuatnya benar-benar tenang, gak berisik. Banyak juga yang sengaja datang untuk Honeymoon dan kebanyakan wisatawan luar negeri. Iseng, di hari kedua saya juga pengen punya kamar yang di-setup ala ala pengantin baru dan saya minta ke staf yang bersihin villa (ada tiga orang rupanya!) untuk disiapin romantic / honeymoon setup. Pas baliknya, kamar saya jadi begini :
Bebeknya bikin cemburu deh
Gak tega ngerusak bathtub-nya
Meski villa ini termasuk baru (Grand Openingnya akhir Maret lalu) namun tingkat huniannya selalu baik. Berarti memang kualitas dan kenyamanannya sudah terbukti. Komen saya selama menginap di sinipun cuma satu yaitu : kurang lama staynya :p #ngelunjak
Biar makin pengen simak videonya ini yah :
**
Villa Service :
Mini Library (bisa dipinjem bawa ke villa), Buggy Car (buat nganter-nganter ke restoran, Bali Zoo, spa, etc tinggal minta tolong staffnya telp), Free WiFi, In room daily fruit bowl, Airport Pick-up, Spa.
Harga : mulai dari Rp.2.4juta / villa / malam
The Sanctoo Villa Alamat : Jalan Raya Singapadu, Banjar Seseh, Gianyar, Bali (sebelahan dengan Bali Zoo) Telp : 0361-4711222
Tanjung Puting National Park merupakan salah satu dari beberapa tempat di Indonesia di mana kita dapat bertemu langsung dengan Orangutan, salah satu hewan yang kini telah menjadi hewan langka dan dilindungi, apalagi kalau bukan karena "rumah" mereka yakni hutan hujan tropis yang makin menyempit karena banyak yang telah berubah menajdi perkebunan kelapa sawit. Selain itu katanya mereka kerap juga dianggap "hama" karena suka masuk ke lahan warga dan ada juga yang malah ditangkap karena "dipercaya" sebagai obat yang dapat menyembuhkan berbagai penyakit. Apapun itulah, jumlah mereka kian sedikit dan oleh karena itulah, Tanjung Puting kini menjelma menjadi surga bagi Orang Utan tersebut. Hari Pertama: Pangkalan Bun – Kumai – Tanjung Harapan Gak mau ribet, saya pun mencoba ikutan Open Trip yang pertama kalinya yakni bersama Backpacker Borneo tanggal 25- 27 Maret 2016. Kebanyakan wisatawan pastinya menggunakan open trip agar biaya dapat ditekan dan memang satu-satunya cara ke Tanjung Puting ini yah pake speedboat atau klotok. Kalau speedboat meski ini dan wisatawan harus bermalam di atas sungai alias klotok agar bisa besoknya langsung melihat orangutan. Yah intinya menghemat energi dan waktu juga karena perjalanan kita sudah diatur oleh orang lokal yang tentunya paham tiap lekukan dari sungai dan hutan ini. Dari Jakarta, hanya butuh sejam sepuluh menit aja untuk nyampe di Bandar Udara Iskandar Pangkalan Bun. Bandaranya kecil mirip bandara Jambi dulunya. Dari sini, saya dan rombongan dijemput Ari, guide muda nan kocak lalu menggunakan taxi menuju ke pelabuhan yang berjarak kurang lebih 15 menit. Setelah pesertanya berkumpul dan siap, kami pun naik ke klotok, sebuah kapal kayu dua tingkat yang akan menjadi tempat kami menginap) dengan cara melewati beberapa kelotok lainnya. Maklum parkirnya di paling pojok. Perjalanan pun dimulai! Kami mengarungi sungai hingga masuk ke sepanjang Sungai Sekonyer yang warna airnya seperti teh dengan pohon nipah rimbun di sepanjang perjalanan. Daun nipah ini biasanya diambil warga untuk digunakan buat atap rumahnya.
Lalu Lintas Kelotok
Antrian masuk ke Tanjung Harapan
Sambil terkesima dengan sekeliling, kami mulai makan siang dan beristirahat sambil klotok terus menuju ke Camp Tanjung Harapan untuk pengalaman pertama berinteraksi langsung dengan Orangutan. Kami sempat agak telat menuju ke feeding time jam 3 sore. Begitu tiba, sudah tampak kerumunan orang melihat si mamalia cute yang sedang mengunyah tebu dan pisang di tempat yang disediakan maupun bergelantungan di pohon-pohon sekitarnya. Beberapa orangutan tampak tidak risih dengan jepretan kamera dan didekati manusia. Seorang bapak si pembawa pisang yang sudah puluhan tahun bertugas bisa dengan mudah mengenali yang mana satu Gundul, Chika, dll padahal bagi saya yang awam banget, semua orangutan terlihat sama. Malahan awalnya saya tidak tahu membedakan yang mana jantan dan betina. Barulah ketika di sana saya tahu kalau pejantan itu punya cheek pads (pipi lebar) dan kalau betina nggak punya biasa aja, tapi yang paling mudah lihat aja kalau betina biasanya kebanyakan gendong anak karena si anak biasanya ngemong sama ibunya dalam kurun waktu yang lama hingga ia mandiri. Si bapak pembawa pisang juga bertugas meng-absen si orangutan. Perkiraan ada 30-an orangutan yang berada di sini namun yang biasanya rajin dateng sekitar 29. Sisanya mungkin sudah dapat mencari makan secara mandiri sehingga tidak perlu datang lagi.
Meski airnya coklat tapi jernih banget
Feeding Time
Nom-Nom
Di sore Hari perjalanan dilanjutkan menyusuri sungai sambil mencari tempat melihat si Bekantan yang ada di pohon-pohon pinggir sungai. Mereka cenderung lebih berisik dan hidupnya bergerombol. Si jantan bekantan sangat mudah diidentifikasi karena cukup melihat hidupnya yang panjang. Lucu banget nih icon-nya si Dufan.
Bekantan di pohon
Matahari pun mulai terbenam dan kelotok kami mencari tempat parkir yang agak berjauhan dengan kelotok lain dan kami pun beristirahat. Hari Kedua: Pondok Tanggui – Camp Leakey
Perjalanan hari kedua dilanjutkan menuju Camp Pondok Tanggui, bertepatan dengan feeding time Orangutan pada pukul 9 pagi peserta akan berjalan menuju tempat feeding yang ditempuh sekitar 30 menit dengan berjalan kaki. Karena hujan semalemnya, jalanan trekking menjadi basah dan ada yang tergenang pula. Oleh karena itu kami disaranin menggunakan celana pendek dan sandal. kalaupun nggak ada, bisa pake celana panjang nanti digulung. Di Pondok Tanggui, saya merasa lebih leluasa mengamati dan memotret orangutan karena turisnya sudah tidak begitu ramai.
Siap Trekking di Pondok Tanggui
Si betina manis
Si Pejantan pasang Pose dulu
Sorenya perjalanan kembali dilanjutkan lagi menuju Camp Leakey. Di sini pemandangan sekitar sudah makin photogenic karena kami memasuki sungai air hitam yang jernih banget dan tampak seperti cermin dengan pantulan awan dan langit yang terlihat di air. Selain itu sungainya udah makin mepet karena makin lebatnya hutan. Ketika tiba di Camp Leakey, kami lanjut trekking lagi melihat orangutan dan terkadang berjumpa dengan babi hutan juga.
Orangutan di Camp Leakey
Ibu dan anak berjalan menuju feeding time
Di sini salah satu orangutan yang terkenal jahil dan dekat dengan manusia adalah Siswi namun sayangnya pas pulang dia adanya di atas pohon, jadi saya pun tidak berkesempatan selfie sama dia :) Sedangkan si jantan dominan yakni Tom juga tidak terlihat pipi besarnya. Seperti saya kurang beruntung kali ini. Ya udah balik ke kapal aja deh. Hari Ketiga: Taman Nasional Tanjung Puting – Kumai – Pangkalan Bun
Di hari terakhir kami langsung kembali ke Pangkalan Bun karena harus mengejar penerbangan pagi beberapa peserta tur. Selesai deh trip yang mengesankan ini bersama Backpacker Borneo.
Info Flight yang saya gunakan menuju dan dari Pangkalan bun:
Jakarta ke Pangkalan Bun: Trigana Air (09.15 – 10.20)