Salah satu ke-khas-an Indonesia adalah ragam budayanya. By saying that, termasuk juga diantaranya mitos mitos dan cerita cerita misteri yang ada di pelosok Nusantara.
Beruntungnya, sejauh ini (dan semoga selamanya), saya tidak pernah punya pengalaman berinteraksi dengan dunia lain. Memang rasa parno saya biasanya muncul di Indonesia ketika melihat hutan rimba sumatera atau membayangkan berkemah di pedalaman jawa atau pelosok Nusantara lainnya. Mungkin karena saya tumbuh dengan banyaknya cerita cerita misteri yang lebih heboh daripada gosip selebritis. Dulu pun saya juga suka baca komik petruk gareng karya Tatang S yang ceritanya kurang lebih ketemu cewek cantik sewaktu magrib, tetapi setelah mau dikencani eh berubah wujud. Terus ada juga majalah paranormal dimana tokoh utamanya yang dikerjaiin mahkluk lain ntah itu karena sembarangan bertindak/bertutur kata, dosa atau apapun itu sebabnya.
Begitulah, sepertinya setiap sudut di negeri ini bisa membuat bulu kudukku berdiri.
Spring break 2014, saya jalan jalan di Buffalo, salah satu kota di New York State - USA. Buffalo awalnya merupakan salah satu kota industri yang pertama di Amerika Serikat namun akhirnya tumbang pada krisis ekonomi yang terjadi di tahun 2000an sehingga menyebabkan banyak pabrik gulung tikar dan ditingalkan begitu saja. Orang orang yang sebelumnya memanen dolar juga harus hengkang dari rumah besarnya. Sayang hingga sekarang rumah besar bak mansion itu tidak laku laku juga walaupun telah dijual super murah.
Satu satunya alasan saya dan teman saya ke Dead City ini karena merupakan akses terdekat menuju air terjun Niagara. Sedikit saya tahu bahwasanya Buffalo juga termasuk haunted town.
Hari pertama, teman saya yang orang lokal Buffalo menawarkan untuk memandu dan mengantarkan saya dan teman teman ke kuburan. Hari masih siang dan putih salju yang cantik menghiasi kota tetapi tentu saja pikiran negatif tak bisa dihindari membuatku mengatakan "No,thanks."
Tetapi karena kedua teman saya yang lain ngotot ingin pergi kesana, maka sebagai manusia yang menjunjung demokrasi, terpaksalah saya tak berkutik ketika mobil kami arahkan menuju kuburan Forest Lawn Cemetry.
Buang dulu sejenak pikiran akan kuburan ala ala Indonesia. Begitu sampai di gerbang kuburan yang megah serta berwarna putih ini, saya baru ngeh kenapa kuburan ini justru masuk dalam satu satu tempat wisata yang layak dikunjungi.
Forest Lawn Cemetery adalah kuburan yang megah dan terawat sangat baik. Jauh dari kesan kotor. Kalau mistis...hm yah namanya juga ke tempat orang yang telah wafat, tentu saya pun jadi mawas diri tidak berani jauh jauh dari teman teman.
Berlokasi di lahan seluas hampir 109 hektar dan menampung lebih dari 160.000 orang, Forest Lawn Cemetery memang dirancang tidak hanya untuk tempat menguburkan mayat tetapi mempunyai gabungan nilai seni dan keindahan. Tak pelak berada di sini, walaupun semriwing dingin, saya berasa di taman..surga. Ada aliran sungai kecil yang membelah kuburan serta kontur tanah yang sedikit berbukit bukit. Orang yang dimakamkan di sini pun turut menjaga keindahan kuburan dengan membangun nisan yang indah dan bahkan beberapa tampak seperti rumah atau tugu.
Berdasarkan moto mereka, “One of the most lovely resting places of the dead in the country.”, tak heran jika di sini juga ada makam Presiden USA ke 13, Millard Fillmore dan juga beberapa walikota Buffalo.
Memang sih kuburannya terkesan mewah tetapi kalau malam tiba mungkin suasananya akan berubah pula.
Perjalanan berikutnya menuju lokasi yang menurut saya cocok banget sebagai lokasi film horror yakni rumah sakit jiwa bernama Henry Hobson Richardson. Nama tersebut diambil dari nama arsitek yang membangunnya di tahun 1870. Dari luar saja, saya sudah terbayang keseraman gedung tua yang telah ditutup sejak tahun 1970. Menurut orang lokal, isu isu makhluk gaib yang bermunculan di sini sudah terdengar biasa. Dulunya, di tempat ini para pasien kelainan jiwa tersebut kabarnya dijadikan kelinci percobaan dan banyak diantaranya mengalami penyiksaan dan kekejaman selama diobati.
Tidak heran jika di sini, masih dapat dilihat barang barang pasien serta terdengar "mereka" yang meronta ronta atau memanggil manggil. Sewaktu saya mengambil poto ini juga diingatkan untuk mengecek apakah di jendela tersebut ada sosok yang tampak. Takuuuut!
Bagi yang punya nyali besar, dapat mencoba twilight tour mereka. Dijamin pasti mendapat pengalaman yang berarti.
Kalau buat saya, cukuplah melihat dari luar saja, itu sudah CUKUP BANGET! Yuk ah pulang takuntya ada yang ngikutin.
*lihat ke belakang*
Beruntungnya, sejauh ini (dan semoga selamanya), saya tidak pernah punya pengalaman berinteraksi dengan dunia lain. Memang rasa parno saya biasanya muncul di Indonesia ketika melihat hutan rimba sumatera atau membayangkan berkemah di pedalaman jawa atau pelosok Nusantara lainnya. Mungkin karena saya tumbuh dengan banyaknya cerita cerita misteri yang lebih heboh daripada gosip selebritis. Dulu pun saya juga suka baca komik petruk gareng karya Tatang S yang ceritanya kurang lebih ketemu cewek cantik sewaktu magrib, tetapi setelah mau dikencani eh berubah wujud. Terus ada juga majalah paranormal dimana tokoh utamanya yang dikerjaiin mahkluk lain ntah itu karena sembarangan bertindak/bertutur kata, dosa atau apapun itu sebabnya.
Begitulah, sepertinya setiap sudut di negeri ini bisa membuat bulu kudukku berdiri.
Spring break 2014, saya jalan jalan di Buffalo, salah satu kota di New York State - USA. Buffalo awalnya merupakan salah satu kota industri yang pertama di Amerika Serikat namun akhirnya tumbang pada krisis ekonomi yang terjadi di tahun 2000an sehingga menyebabkan banyak pabrik gulung tikar dan ditingalkan begitu saja. Orang orang yang sebelumnya memanen dolar juga harus hengkang dari rumah besarnya. Sayang hingga sekarang rumah besar bak mansion itu tidak laku laku juga walaupun telah dijual super murah.
Satu satunya alasan saya dan teman saya ke Dead City ini karena merupakan akses terdekat menuju air terjun Niagara. Sedikit saya tahu bahwasanya Buffalo juga termasuk haunted town.
Hari pertama, teman saya yang orang lokal Buffalo menawarkan untuk memandu dan mengantarkan saya dan teman teman ke kuburan. Hari masih siang dan putih salju yang cantik menghiasi kota tetapi tentu saja pikiran negatif tak bisa dihindari membuatku mengatakan "No,thanks."
Tetapi karena kedua teman saya yang lain ngotot ingin pergi kesana, maka sebagai manusia yang menjunjung demokrasi, terpaksalah saya tak berkutik ketika mobil kami arahkan menuju kuburan Forest Lawn Cemetry.
Buang dulu sejenak pikiran akan kuburan ala ala Indonesia. Begitu sampai di gerbang kuburan yang megah serta berwarna putih ini, saya baru ngeh kenapa kuburan ini justru masuk dalam satu satu tempat wisata yang layak dikunjungi.
Forest Lawn Cemetery adalah kuburan yang megah dan terawat sangat baik. Jauh dari kesan kotor. Kalau mistis...hm yah namanya juga ke tempat orang yang telah wafat, tentu saya pun jadi mawas diri tidak berani jauh jauh dari teman teman.
Berlokasi di lahan seluas hampir 109 hektar dan menampung lebih dari 160.000 orang, Forest Lawn Cemetery memang dirancang tidak hanya untuk tempat menguburkan mayat tetapi mempunyai gabungan nilai seni dan keindahan. Tak pelak berada di sini, walaupun semriwing dingin, saya berasa di taman..surga. Ada aliran sungai kecil yang membelah kuburan serta kontur tanah yang sedikit berbukit bukit. Orang yang dimakamkan di sini pun turut menjaga keindahan kuburan dengan membangun nisan yang indah dan bahkan beberapa tampak seperti rumah atau tugu.
Forest Lawn Cemetery |
Berdasarkan moto mereka, “One of the most lovely resting places of the dead in the country.”, tak heran jika di sini juga ada makam Presiden USA ke 13, Millard Fillmore dan juga beberapa walikota Buffalo.
Kuburan Presiden USA ke 13, Millard Fillmore |
Perjalanan berikutnya menuju lokasi yang menurut saya cocok banget sebagai lokasi film horror yakni rumah sakit jiwa bernama Henry Hobson Richardson. Nama tersebut diambil dari nama arsitek yang membangunnya di tahun 1870. Dari luar saja, saya sudah terbayang keseraman gedung tua yang telah ditutup sejak tahun 1970. Menurut orang lokal, isu isu makhluk gaib yang bermunculan di sini sudah terdengar biasa. Dulunya, di tempat ini para pasien kelainan jiwa tersebut kabarnya dijadikan kelinci percobaan dan banyak diantaranya mengalami penyiksaan dan kekejaman selama diobati.
Tidak heran jika di sini, masih dapat dilihat barang barang pasien serta terdengar "mereka" yang meronta ronta atau memanggil manggil. Sewaktu saya mengambil poto ini juga diingatkan untuk mengecek apakah di jendela tersebut ada sosok yang tampak. Takuuuut!
H.H Richardson Complex |
Bagi yang punya nyali besar, dapat mencoba twilight tour mereka. Dijamin pasti mendapat pengalaman yang berarti.
Kalau buat saya, cukuplah melihat dari luar saja, itu sudah CUKUP BANGET! Yuk ah pulang takuntya ada yang ngikutin.
*lihat ke belakang*