Lahir dan besar di kota yang tidak bersinggungan dengan laut membuat saya tidak mengetahui nikmatnya menghabiskan senja di pantai atau berleyeh leyeh sambil terkantuk kantuk dibuai angin sepoi sepoi. Hingga suatu saat saya mengenal Wakatobi.
Ketika itu tahun 2010, traveling belum se-booming sekarang. Wakatobi juga lebih banyak dikenal dari buku Geografi atau majalah jalan jalan saja. Begitupun bagi saya. Tak pernah terpikir akan menginjakkan kaki di salah satu kabupaten di Sulawesi Tenggara ini. Kedatangan saya bersama 34 pemuda pemudi lainnya disambut antusias warga. Kedatangan rombongan kami memang istimewa karena bukan dalam rangka hanya plesir saja melainkan ingin mengabdi dan membantu Wakatobi. Ibarat kuliah, kami sedang melakukan KKN atau bahasa kerennya Community Development.
Kegiatan ini merupakan salah satu agenda wajib dari Program Pertukaran Pemuda Australia Indonesia (AIYEP) dan kebetulan saja lokasi terpilihnya adalah sepotong surga di Indonesia yakni Wakatobi. Kebetulan lagi bupatinya juga merupakan alumni youth exchenge ini. Cucok!
Bagi masyarakat setempat, tentu mereka senang senang saja apalagi karena setengah dari rombongan kami adalah bule Australia yang cantik dan cakep cakep.
"Mister..mister" seru anak anak kecil itu setiap kali bule. Tidak peduli itu cewek atau cowok. Cuma satu kata bahasa londo itulah yang dikenal anak anak di sini.
Saya dan beberapa teman lainnya sepakat membentuk divisi pariwisata karena melihat potensi Wakatobi yang belum banyak dikenal. Nama wakatobi berasal dari gabungan pulau pulau besar di kabupaten ini yakni Wangi-wangi[WA], Kaledupa[KA], Tomia[TO] dan Binongko[BI]. Selain itu, wakatobi seringkali juga disebut dengan kepulauan tukang besi karena banyaknya penghasil pengrajin besi yang masih bekerja secara tradisional. Salah satu objek wisata unggulan di Wakatobi adalah wisata bahari. Tidak mengherankan karena Wakatobi terdiri dari 97% lautan dan merupakan salah satu tempat dengan keanekaragaman hayati tertinggi di dunia. Di Wakatobi sendiri terdapat sekitar 90an lokasi dive spot.
Saya dan beberapa teman lainnya sepakat membentuk divisi pariwisata karena melihat potensi Wakatobi yang belum banyak dikenal. Nama wakatobi berasal dari gabungan pulau pulau besar di kabupaten ini yakni Wangi-wangi[WA], Kaledupa[KA], Tomia[TO] dan Binongko[BI]. Selain itu, wakatobi seringkali juga disebut dengan kepulauan tukang besi karena banyaknya penghasil pengrajin besi yang masih bekerja secara tradisional. Salah satu objek wisata unggulan di Wakatobi adalah wisata bahari. Tidak mengherankan karena Wakatobi terdiri dari 97% lautan dan merupakan salah satu tempat dengan keanekaragaman hayati tertinggi di dunia. Di Wakatobi sendiri terdapat sekitar 90an lokasi dive spot.
Salah satu tempat favorit saya di pulau wangi wangi (atau disebut juga wanci) adalah pantai waha. Pantai ini dapat dicapai dengan mudah dari wanci menggunakan kendaraan pribadi maupun kendaraan umum (angkot). Jarak tempuhnya sekitar 30 menit dari pusat kota Wanci. Pantai waha yang sangat terjaga kebersihannya ini dinisiasi pada akhir tahun 2009 serta dikelola oleh Waha Tourism Community (WTC) atas dukungan COREMAP dan pemerintah kabupaten Wakatobi. Tidak tanggung tanggung mereka juga mengadakan kegiatan penyuluhan ke masyarakat serta menanggulangi jika adanya terumbu karang yang rusak. Hebat!
Pihak pengelola pantai waha juga menyediakan tenaga pengajar yang akan siaga mengajari kita. Jika tidak membawa peralatan snorkeling, anda cukup morogoh kocek sebesar Rp.40.000 (harga tahun 2011) untuk biaya menyewa peralatan snorkeling selama satu jam beserta pelatih anda. Di pantai ini jugalah saya pertama kali snorkeling. Setibanya disana, saya terkesima oleh keindahan laut serta kegembiraan anak anak kecil wakatobi. Kehidupan anak anak wakatobi sangat dekat dengan laut. Tidak heran karena disinilah suku pengembara lautan yang lebih dikenal dengan suku bajo berasal. Anda dapat menjumpai anak anak kecil usia sekolah dasar berenang hingga menyelam ke dalam laut tanpa bantuan alat apapun. Mereka juga memiliki kemampuan menahan napas yang panjang. Sepertinya bakat perenang sejati telah ada sejak mereka lahir.
Pantai Waha - Dari jauh aja bening |
Nah, selama dua bulan berada di daerah ini, sembari meliput apa apa yang potensial bagi turis, saya juga belajar untuk berjalan jalan dengan cara yang lebih baik dan pro masyarakat tentunya seperti :
1. Eat Local
Salah satu dari esensi jalan jalan adalah mengenal suatu daerah baru salah satunya dari makanan khasnya. Makanan wakatobi cenderung berupa seafood karena kekayaan bawah lautnya. Jadi jangan sampai tidak pernah mencoba kasuami dan lain lain.
Bersama warga memasak dengan teknik bakar batu |
Jika memungkinkan membeli kebutuhan sehari hari melalui pedagang lokal sangat disarankan. Hitung hitung anda telah membantu ekonomi lokal. Begitu juga ketika ingin membeli oleh oleh khas wakatobi, dengan membawanya kembali ke daerah asal kita telah membantu dalam hal mempromosikan Wakatobi.
3. Mingle with Local
Ketika jalan jalan, ingatlah selalu berinteraksi dengan penduduk lokal. Mulai dari yang simpel seperti menyapa dan berbincang bincang. Pengalaman saya masyarakat Wakatobi sangat ramah dan terbuka kepada orang asing. Mereka juga punya rasa ingin tahu yang besar. Jadi ibaratnya bisalah anda menjadi "jendela dunia" bagi mereka mereka yang mungkin masih memeliki akses informasi yang sedikit dan terbatas. Lagian bergaul dengan lokal itu sejatinya banyak untungnya. Di kasih tau tempat makan enak murah yang nggak turistik, diajak jalan dan dikasih tau info info yang hanya masyarakat lokal tau. Selain itu, ketika bergaul jangan lupa "pasang kuping" jika ada masyarakat yang curhat mengenai kendala / masalah yang sedang dihadapi. Kalau bisa menolong yah bagus banget bukan?
Bermain sepak bola bersama di sore yang indah |
4. Jaga kebersihan
Tidak semua daerah punya petugas kebersihan yang selalu stand-by. Jadi ketika anda ingin melemparkan bungkus makanan, botol minuman, pikirkan lagi emangnya kamu sendiri mau jika rumahmu dikotori oleh tamu? Pastinya nggak kan. Jika tidak bisa membantu membersihkan, yah paling tidak nggak mengotori saja. Mudah kan?
Dengan poin poin di atas diharapkan perjalanan wisata ke daerah mana pun itu dapat memperkaya kita sebagai seorang pejalan. Diharapkan juga beberapa hal kecil dan praktis seperti di atas dapat membantu masyarakat secara langsung.
Ujung-ujungnya, niat hati ingin membantu Wakatobi, namun justru Wakatobi-lah yang banyak memberikan saya pelajaran. Bagaimana mereka membuka hati dan rumahnya untuk saya yang orang asing ini serta pelajaran dari kearifan lokal yang mencerminkan nilai nilai hidup yang hingga kini tetap mereka pegang menjadi kenangan yang tak terlupakan. Terima kasih Wakatobi!
Bagi yang mau tahu lebih banyak tentang wakatobi, silahkan download bookletnya di sini (bahasa inggris) yang merupakan hasil dari divisi pariwisata. Wohoo!
Selepas membersihakan sampah di Pantai Sousu - Wakatobi bersama masyarakat |
0 komentar:
Posting Komentar